Wednesday, December 26, 2012

Anestesi Geriatri

ANESTESI GERIATRI

I. Pendahuluan

Adanya perbaikan dalam bidang anestesi dan teknik operasi telah menurunkan angka mortalitas tindakan pembedahan pada populasi umum tetapi kematian terkait dengan tindakan anestesi pada pasien yang berusia lanjut masih cukup tinggi. Pada tahun 2040, diperkirakan orang yang berusia 65 tahun atau lebih mencapai 24% dari populasi dan menggunakan 50% dari biaya perawatan kesehatan.1,2

Pendekatan dan pengelolaan operasi dan anestesi pada pasien geriatri berbeda dan sering lebih kompleks dibandingkan pada pasien yang berusia lebih muda. Kapasitas fungsional organ berkurang seiring dengan proses penuaan, sehingga ketahanan terhadap stres menurun. Faktor risiko akibat proses penuaan bertambah akibat adanya penyakit penyerta.1,2,3 Faktor risiko tambahan pada usia lanjut ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel-1: Faktor risiko mortalitas pasca operasi pada pasien bedah usia usia lanjut 1

Status fisik ASA

III atau IV

Prosedur Bedah

Bedah mayor dan atau darurat

Penyakit penyerta

Penyakit jantung, paru, diabetes mellitus, disfungsi hepar dan ginjal.

Status fungsional

MET 1 - 4

Status gizi buruk

albumin <35%, anemia

Tempat tinggal

Sendiri atau dengan keluarga

Status ambulatorik

Terbatas di tempat tidur

Frekuensi kelainan fisiologis yang serius pada pasien usia lanjut relatif tinggi menuntut evaluasi pra operatif yang sangat hati-hati. Ahli anestesi harus memahami bahwa terdapat perbedaan yang luar biasa akibat proses penuaan, baik tubuh secara keseluruhan maupun dalam sistem tertentu.3

II. Perubahan Fisiologi Akibat Proses Penuaan

II.1. Sistem Kardiovaskular

Jantung

Penuaan berkaitan dengan berbagai perubahan molekul, ion, biofisik dan biokimia pada jantung. Perubahan ini mempengaruhi fungsi protein, fosforilasi oksidatif mitokondria, kinetika Ca2+, coupling eksitasi-kontraksi, aktivasi miofilamen, respon kontraktil, komposisi dan regenerasi matriks, pertumbuhan dan ukuran sel, serta apoptosis.4

Tabel 2. Perubahan morfologi dan fungsi jantung yang berkaitan dengan pertambahan umur 4

Morfologi: penurunan jumlah miosit, peningkatan ukuran miosit, penurunan jumlah matriks dalam jaringan ikat, peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri, penurunan kepadatan serat konduksi, penurunan jumlah sel sinus node

Fungsi: penurunan kontraktilitas intrinsik, pemanjangan waktu kontraksi miokard, penurunan kecepatan kontraksi miokard, peningkatan kekakuan miokard, peningkatan tekanan pengisian ventrikel, peningkatan tekanan / ukuran atrium kiri, pemanjangan waktu potensial aksi, penurunan rendah koroner cadangan, penurunan β-adrenoceptor-dimediasi modulasi inotropik dan chronotropic



Dalam hal fungsi jantung, pasien geriatri mengalami penurunan respon beta-adrenergik dan mengalami peningkatan insiden gangguan konduksi, bradiaritmia dan hipertensi. Curah jantung menurun sebesar 1% per tahun dan bertanggung jawab untuk penundaan absorpsi, onset aksi dan eliminasi obat. Proporsi sel pacemaker jantung menurun dari 50% pada usia anak lanjut menjadi kurang dari 10% pada usia 75 tahun, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan insiden blok jantung derajat satu dan dua, sick sinus syndrom dan fibrilasi atrium pada usia lanjut. 1,5,6 Perubahan morfologi dan fungsi jantung yang berkaitan dengan pertambahan umur disajikan pada tabel 2.

Gambar 1. Penyesuaian jantung terhadap kekakuan arteri akibat penuaan. LV = ventrikel kiri. MDO2 = suplai oksigen miokard. MVO2 = kebutuhan oksigen miokard.4

Disfungsi diastolik merupakan penyumbang utama penyakit kardiovaskular pada populasi usia lanjut dan diperparah oleh beberapa penyakit penyerta.6 Karena disfungsi diastolik dan penurunan penyesuaian pembuluh darah, pasien usia lanjut mengkompensasi hipovolemia dengan buruk. Demikian pula, transfusi berlebihan juga tidak dapat ditoleransi dengan baik.5 Dengan sedikit penurunan pada preload (perdarahan, penurunan asupan PO = per oral) memiliki efek yang bermakna pada cardiac output.5,6,7

Pembuluh darah

Perubahan fisiologis normal dari sistem vaskular meliputi aterosklerosis (yang mengarah ke kekakuan arteri, berkurangnya compliance pembuluh darah, dan pelebaran tekanan nadi), peningkatan ketebalan dinding arteri dan penurunan vasodilatasi yang dimediasi oleh β2 adrenoseptor. Impedansi vaskular meningkat, yang akhirnya meningkatkan stres dan konsumsi oksigen dinding miokard.5 Berbagai aspek morfologi dan fungsi vaskular yang dipengaruhi oleh proses penuaan ditunjukkan pada tabel 3 4

Tabel 3. Perubahan morfologi dan fungsi vaskular yang berkaitan dengan pertambahan umur 4

Morfologi: peningkatan diameter dan kekakuan arteri elastika besar, peningkatan ketebalan tunika media dan intima, peningkatan varian sel-sel endotel, peningkatan aktivitas elastolitik dan kolagenolitik, perubahan proliferasi / migrasi sel vaskular, perubahan matriks dinding pembuluh darah.

Fungsi: penurunan vasodilatasi yang dimediasi oleh β-adrenoseptor, low-dependent, endotelium-dependent dan atrial natriuretic-peptide, penurunan produksi / efek nitrat oksida , kenaikan impedansi pembuluh darah, peningkatan kecepatan denyut nadi, relected awal pulsasi gelombang





II. 2. Sistem Respirasi

Pada pasien usia lanjut, elastisitas paru-paru, pengembangan paru-paru dan dinding dada, total lung capacity / kapasitas paru total (TLC), forced vital capacity / kapasitas vital paksa (FVC), forced expiratory volume in one second / volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1), vital capacity / kapasitas vital (VC) dan inspiratory reserve volume / volume cadangan inspirasi (IRV) semuanya mengalami penurunan yang disertai dengan peningkatan volume residu. Meskipun functional residual capacity / kapasitas residual fungsional (FRC) tidak berubah. PaO2 juga menurun seiring dengan pertambahan usia (PaO2 = 13.3-umur/30 kPa, atau Pao2 = 100-umur/4mmHg) meskipun PaCO2 tetap konstan.8

Penurunan elastisitas paru-paru diakibatkan oleh penurunan sebesar 15% dari fungsi alveolar pada usia 70 tahun, sehingga keadaan ini tampak seperti pada emfisema. Kehilangan fungsi alveoli pada daerah lapangan paru tertentu menyebabkan peningkatan volume dead space yang meningkatkan ketidaksesuaian ventilasi-perfusi (V / Q ).Hal ini meningkatkan gradien O2 alveoli-arterial dan mengurangi PaO2 istirahat.9,5

Penurunan pengembangan dinding dada meningkatkan kerja pernapasan dan mengurangi ventilasi maksimal permenit. Kehilangan massa otot skelet dinding dada lebih memperburuk proses ini. Karena penurunan recoil elastis paru-paru, volume akhir respirasi meningkat sedemikian rupa sehingga melebihi kapasitas residual fungsional pada usia > 65 tahun.9,5

Respon pernapasan terhadap hipoksia menurun seiring dengan pertambahan usia. Selain itu, fungsi silia dan refleks batuk juga menurun. Sehingga sensasi faring, pita suara dan fungsi motorik yang diperlukan untuk menelan berkurang pada pasien usia lanjut sehingga aspirasi lebih mungkin terjadi.9,5

Nyeri pasca operasi, posisi telentang, golongan narkotika, serta operasi dada dan perut bagian atas dapat mengganggu fungsi paru-paru, menyebabkan atelektasis, embolisme, infeksi paru-paru serta depresi pernapasan. Aktivitas mukosiliar yang efektif diperburuk oleh kebiasaan merokok sehingga meningkatkan risiko komplikasi.8,9

Tabel 4. Konsekuensi fungsional akibat perubahan intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi sistem respirasi akibat proses penuaan 6

  • Penurunan elastisitas recoil paru-paru

  • Peningkatan pengembangan jaringan paru-paru

  • Penurunan kapasitas difusi oksigen

  • Penutupan jalan napas prematur yang mengakibatkan ketidaksesuaian V / Q dan meningkatkan gradien oksigen alveolar terhadap arteri

  • Penutupan saluran napas yang berukuran kecil dan perangkapan gas

  • Penurunan laju aliran ekspirasi



II. 3. Sistem Saraf Pusat

Massa otak mengalami penurunan seiring pertambahan usia, kehilangan sel-sel neuron yang paling menonjol di temukan pada korteks serebral khususnya di lobus frontalis. Aliran darah otak juga menurun sekitar 10-20% yang sesuai dengan penurunan sejumlah sel-sel neuron. Sel-sel neuron mengalami penurunan dalam hal ukuran dan kehilangan beberapa kompleksitas cabang dendritik dan sejumlah sinapsis. Sintesis dari beberapa neurotransmiter, seperti dopamin, dan sejumlah reseptornya mengalami penurunan. Tempat pengikatan serotonergik, adrenergik, dan asam γ-aminobutirat(GABA) juga berkurang. Jumlah astrosit dan sel-sel mikroglial meningkat. Degenerasi sel-sel saraf perifer menyebabkan perlambatan kecepatan konduksi dan atrofi otot rangka. 1,2,5,7

Proses penuaan dikaitkan dengan peningkatan ambang batas untuk hampir semua modalitas sensorik termasuk sentuhan, sensasi suhu, proprioseptif, pendengaran, dan penglihatan. Perubahan dalam persepsi nyeri sangat kompleks dan kurang dapat dipahami, mekanismenya mungkin diakibatkan oleh perubahan proses nyeri sentral dan perifer. Tanpa penyakit penyerta, penurunan fungsi kognitif biasanya sederhana tetapi jenisnya bervariasi. Memori jangka pendek tampaknya yang paling terpengaruh. Aktivitas fisik dan intelektual yang kontinyu memberikan efek positif pada pelestarian fungsi kognitif. Pasien usia lanjut sering membutuhkan lebih banyak waktu untuk sembuh sepenuhnya dari efek anestesi umum terhadap sistem saraf pusat, terutama jika mereka mengalami penurunan kesadaran atau disorientasi sebelum operasi. 2

Delirium pasca operasi dan disfungsi kognitif lebih tinggi pada pasien usia lanjut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa post-operative cognitive disorder / disfungsi kognitif pasca operasi (POCD) dapat ditemukan pada 10-15% pasien yang berusia diatas 60 tahun dalam 3 bulan setelah operasi besar. Penelitian oleh Anwer dkk, 200810 menemukan bahwa fungsi kognitif pasien usia lanjut yang mendapat anestesia regional vertebralis pasca operasi hari pertama dan ketiga tidak berubah secara signifikan dibandingkan sebelum operasi. Namun pada pasien usia lanjut yang mendapatkan anestesi umum mengalami penurunan fungsi kognitif yang signifikan pada pasca operasi hari pertama. Fungsi kognitif ini secara signifikan membaik pada pasca operasi hari ketiga, tetapi masih jauh lebih rendah daripada tingkat fungsi kognitif sebelum operasi.2,7,10

Etiologi POCD kemungkinan multifaktorial, termasuk efek obat, nyeri, gangguan kognitif sebelumnya, hipotermia, status gizi buruk, usia lanjut, dan gangguan metabolik. Rendahnya kadar neurotransmiter tertentu seperti asetilkolin mungkin ikut berperan. Pasien usia lanjut sangat sensitif teradap obat-obatan antikolinergik kerja sentral seperti skopolamin dan atropin.Beberapa pasien mengalami POCD yang berkepanjangan atau permanen setelah tindakan operasi dan anestesi. Beberapa metode sederhana untuk mengevaluasi fungsi kognitif usia lanjut seperti tes Folstein Mini Mental atau three item recall test. 1,2

II. 4. Sistem Renal

Fungsi ginjal menurun seiring bertambahnya usia. Proses penuaan pada ginjal mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional yang mengurangi cadangan fungsional. Hal ini menciptakan keterbatasan homeostatik pada kemampuan ginjal untuk merespon dengan benar terhadap kelebihan atau pun defisit volume. Perubahan fisiologis ginjal yang menyertai proses penuaan antara lain: Penurunan massa ginjal (usia 25 sampai 85 tahun) yang dibuktikan oleh penurunan jumlah glomeruli dan nefron sebesar hampir 40%. Aliran darah ginjal menurun sekitar 10% per dekade setelah usia 50 tahun. Aliran darah ginjal berkurang akibat penurunan curah jantung. Penurunan laju filtrasi glomerulus / glomerular filteration rate ((GFR) sebesar 45% pada usia 80 tahun) mencerminkan penurunan bersihan kreatinin sebesar 0,75 ml / menit / tahun. Meskipun kadar kreatinin tidak terpengaruh karena pada pasien usia lanjut juga terjadi penurunan massa otot.1,9,6,12

Penurunan aliran darah ginal dikaitkan dengan kondisi medis seperti hipertensi, penyakit pembuluh darah, diabetes, dan penyakit jantung yang dapat memperburuk efek dari kelainan ginjal. Penurunan aliran darah ini dihubungkan dengan penurunan respon terhadap stimulus vasodilatasi, sehingga ginjal pada usia lanjut sangat rentan terhadap efek berbahaya dari penurunan curah jantung, hipotensi, hipovolemia, dan perdarahan. Stres akibat tindakan anestesi dan pembedahan, nyeri, stimulasi simpatik, dan obat-obatan vasokonstriksi ginjal dapat berkontribusi untuk terjadinya disfungsi ginjal perioperatif. 9

Pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, ginjal pada usia lanjut ditandai dengan peningkatan jumlah jaringan fibrosis, atrofi tubulus, dan arteriosklerosis. Adanya kelainan pembuluh darah kecil pada usia lanjut tanpa disertai penyakit ginjal atau hipertensi, menunjukkan bahwa pada usia lanjut yang sehat pun terdapat perubahan ginjal yang mungkin diakibatkan oleh penyakit vaskuler dan respon vaskuler yang berubah. 9

Penurunan GFR yang terkait dengan proses penuaan dianggap sebagai perubahan farmakokinetik yang paling penting pada usia usia lanjut. GFR yang normalnya sekitar 125 mL / menit pada orang dewasa muda, menurun menjadi sekitar 80 mL / menit pada usia 60 tahun, dan sekitar 60 mL / menit pada usia80 tahun. 9

Karena penurunan GFR lebih rendah dari pada aliran darah ginjal, fraksi filtrasi meningkat menjadi keadaan hiperfiltrasi. Hal ini merupakan kompensasi terhadap penurunan jumlah glomeruli fungsional sampai batas tertentu. Akibatnya tekanan dalam glomerulus meningkat sehingga dapat mempercepat glomerulosklerosis. 9

Pada usia lanjut, obat yang bergantung pada fungsi ginjal untuk pembersihan dapat terakumulasi, yang mungkin diperberat oleh penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya. Selain itu usia lanjut cenderung mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta gagal ginjal yang diinduksi oleh obat-obatan.9

Penelitian menunjukkan bahwa fungsi tubulus umumnya menurun pada usia lanjut, yang membatasi sejauh mana urin dapat terkonsentrasi dalam menanggapi defisit air. Demikian pula, jumlah beban garam yang dapat diekskresikan menjadi lebih terganggu akibat penuaan. Selain itu, seseorang yang berusia lanjut tidak dapat menekan sekresi hormon antidiuretik secara maksimal ketika osmolaritas serum berkurang. Hal ini bersamaan dengan penurunan efisiensi sistem renin-angiotensin, menunjukkan bahwa kegagalan pasien usia lanjut untuk mempertahankan natrium secara efektif dalam kondisi kontraksi volume plasma tidak semata-mata disebabkan oleh penurunan GFR. 9

Kapasitas konsentrasi merupakan indikator tambahan yang sensitif untuk fungsi ginjal. Ketika jumlah cairan dibatasi, pasien yang berusia lanjut menunjukkan penurunan kemampuan untuk memekatkan urinnya. Aktivitas sistem renin-angiotensin menurun seiring dengan pertambahan dengan usia, dan pada usia diatas 40 tahun terjadi penurunan aktivitas renin aldosteron plasma, serta penurunan kemampuan ginjal untuk mempertahankan jumlah garam dengan pembatasan asupan.9

Pada usia lanjut, ginjal dapat mempertahankan keseimbangan asam-basa jika berfungsi di bawah kondisi dasar. Namun dengan adanya gangguan fungsi tubular ginjal untuk mengekskresikan sejumlah asam dibandingkan dengan pasien yang lebih muda berkontribusi terhadap insiden yang lebih tinggi untuk terjadinya asidosis metabolik pada usia lanjut. Pada pasien bedah yang berusia lanjut, gagal ginjal akut bertanggung jawab untuk seperlima dari semua kematian operasi. Penyebab gagal ginjal yang mengarah ke dialisis belum dipahami secara jelas. Namun, sebagian besar kasus disebabkan nekrosis tubular akut. 1,9

Respon ginjal terhadap tindakan pembedahan dan anestesi tampaknya tidak smengalami perubahan yang signifikan dengan pertambahan usia. Telah diketahui bahwa GFR secara langsung mengalami penurunan pada tindakan anestesi umum, namun, secara klinis hal ini tidak terlalu siginfikan. Penurunan curah jantung dan tekanan darah, sering disebabkan oleh defisit intravaskular dan hipotermia pada saat operasi, hal ini akan menurunkan aliran darah ginjal. 3

Penilaian yang tepat dan mempertahankan volume intravaskular memiliki dampak paling besar pada fungsi ginjal pada periode perioperatif. Pengenalan dan penanganan hipovolemia berpotensi untuk mengurangi kejadian disfungsi organ, morbiditas dan mortalitas pasca operasi. Pasien usia lanjut yang berisiko lebih tinggi terkena gagal ginjal akut karena kurangnya cadangan fungsional ginjal. Insiden gagal ginjal pasca operasi dapat berkisar antara 0,1% sampai 50% setelah operasi berisiko tinggi seperti trauma, intervensi rongga dada, atau kardiovaskular yang sangat tergantung pada lokasi operasi. 3

Tabel 5. Perubahan fungsi ginjal akibat penuaan 6

  • Penurunan jumlah nefron korteks

  • Penurunan massa ginjal

  • Penurunan laju filtrasi glomerulus (kreatinin serum tidak berubah karena penurunan massa otot rangka)

  • Penurunan aliran darah ginjal



Nekrosis tubular akut adalah penyebab paling umum dari gagal ginjal akut perioperatif. Mortalitas pada pasien dengan gagal ginjal akut lebih dari 50%, dan sedikitnya seperlima dari seluruh kematian perioperatif pada pasien bedah geriatri disebabkan oleh gagal ginjal akut. Sebesar 50% pasien dengan gagal ginjal perioperatif membutuhkan dialisis segera. Gagal ginjal akut pada pasien usia lanjut meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta membebani sistem perawatan kesehatan dengan biaya tambahan. Menghindari komplikasi akibat manajemen cairan yang tidak sesuai memerlukan intervensi pada semua tahap perwatan perioperatif. 3

II. 5. Sistem-Hepatobilier

Hepar juga dapat dipengaruhi oleh proses penuaan. Karena beberapa obat anestesi dan nyeri seperti opioid dan tranquilizer disaring dari plasma oleh hepar, sehingga durasi efek obat tersebut dapat memanjang pada pasien geriatri. Obat yang tergantung pada hepatosit seperti warfarin, dapat menghasilkan efek berlebihan karena terjadi peningkatan sensitivitas sel. Dilaporkan peningkatan insiden kolelitiasis pada pasien yang berusia di atas 90 tahun. 1,13

Perubahan makroskopis hepar akibat proses penuaan diantaranya gambaran "atrofi cokelat." Perubahan warna ini dikaitkan dengan akumulasi pigmen lipofusin pada hepatosit, tetapi tidak jelas apakah perubahan morfologi ini berhubungan dengan perubahan dalam fungsi hepar. 9

Aliran darah hepar menurun seiring dengan pertambahan usia. Sebagian besar penurunan ini dikaitkan dengan penurunan 35% massa hepar. Penurunan aliran darah hepar mungkin sedikit lebih besar daripada penurunan massa hepar, yang mengakibatkan penurunan aliran darah sebesar 10% per unit massa hepar. Namun pada usia lanjut, ukuran hepar yang cukup besar memberikan cadangan fungsional yang besar pula sehingga fungsi pemeliharaan relatif baik.9

Tabel 6. Perubahan pada hepar yang terkait dengan proses penuaan6

  • Penurunan massa dan aliran darah hepar ( penurunan metabolisme first pass)

  • Fungsi preservasi hepatoseluler

  • Kemungkinan penurunan produksi albumin (yang berkaitan dengan nutrisi)

  • Peningkatan konsentrasi asam α-1-glikoprotein

  • Kemungkinan penurunan produksi kolinesterase plasma



Terdapat sedikit perubahan mikroskopis hepar akibat proses penuaan. Diantaranya peningkatan volume hepatosit yang mungkin akibat pembengkakan intraseluler. Terdapat pula beberapa perubahan karakteristik organel sel, misalnya penurunan jumlah dan kepadatan mitokondria, penurunan jumlah reduksi retikulum endoplasma kasar dan halus. Penurunan jumlah retikulum endoplasma kasar mungkin merupakan penyebab dari penurunan kemampuan untuk mensintesis protein. Namun, penurunan jumlah retikulum endoplasma halus mungkin berhubungan dengan penurunan protein mikrosom.9

II. 6. Sistem Endokrin dan Metabolik

Terdapat penurunan konsumsi oksigen basal dan maksimal akibat penuaan. Pada usia sekitar 60 tahun, kebanyakan pria dan wanita mulai mengalami penurunan berat badan. Pria dan wanita yang berusia lanjut rata-rata memiliki berat yang lebih rendah dari pada orang yang berusia lebih muda. Penurunan produksi panas, peningkatkan kehilangan panas, dan pengaturan suhu pada hipotalamus mungkin diatur pada tingkat yang lebih rendah. Peningkatan resistensi insulin menyebabkan penurunan secara progresif dalam hal kemampuan untuk menghadapi beban glukosa. Insiden diabetes meningkat pada orang tua sampai dengan 25% pada pasien yang berusia lebih dari 80 tahun. Penderita diabetes sering memiliki gangguan kardiovaskular, ginjal, neurologis dan visual, sehingga memerlukan kontrol kadar glukosa darah selama periode perioperatif.8 Pada pasien usia lanjut yang sehat, respon neuroendokrin terhadap stres tampaknya tidak berubah atau sedikit menurun. Proses penuaan berhubungan dengan penurunan respon terhadap obat-obatan adrenergik ("blok endogen"). Jumlah norepinefrin yang beredar dilaporkan meningkat pada pasien usia lanjut. 2

II. 7. Sistem Muskulosketal

Massa otot berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Gambaran mikroskopis menunjukkan penebalan neuromuscular junction. Tampak pula penyebaran extrajunctional dari beberapa reseptor asetilkolin. Dengan etiologi yang belum diketahui, sebagian besar kehilangan protein tubuh yang berkaitan dengan penuaan dikaitkan dengan penurunan 20% dari massa otot rangka yang dikenal dengan istilah sarcopenia. Hal ini terjadi bahkan pada orang dewasa sehat dan berhubungan dengan hilangnya kekuatan.

Tabel 7. Konsekuensi fungsional perioperatif akibat kehilangan massa otot yang biasanya menyertai proses penuaan 6

Gangguan mobilisasi dan ambulasi pasca operasi

Mengurangi efektifitas batuk

Mengurangi thermogenesis dengan menggigil

Merubah disposisi obat

Mengurangi cadangan fungsional neuromuskuler

Waktu pemulihan dan perawatan yang memanjang



Pada dekade kedua, seseorang memiliki massa otot 60% dari massa tubuh, namun pada usia 70 tahun menurun hingga kurang dari 40%. Meskipun penurunan jaringan otot dimulai sekitar usia 50 tahun, namun hal inimeningkat setelah usia 60 tahun. Penurunan ini sebagian dapat dikembalikan dengan latihan beban. Meskipun demikian, tidak terdapat perbedaan dalam sensitivitas terhadap pelumpuh otot pada usia lanjut. Farmakokinetik obat-obatan tersebut ditandai dengan penurunan eliminasi. Pemberian dosis awal obat tersebut mungkin tidak harus dikurangi, tetapi pemberian dosis total umumnya dikurangi. Namun, karena terdapat penurunan eliminasi, maka efek obat-obatn ini harus hati-hati dipantau menggunakan komponen fungsi neuromuskuler seperti train-of-four tests. 2,9

Kulit mengalami atrofi dan rentan terhadap trauma akibat plester perekat, bantalan elektrokauter, dan elektroda elektrokardiografi. Dinding vena sering menjadi rapuh dan mudah ruptur pada saat infus intravena. Atritis sendi dapat mengganggu pengaturan posisi pasien (misalnya, litotomi) atau anestesi regional (misalnya, blok subaraknoid). Penyakit degeneratif servikal dapat membatasi ekstensi leher yang berpotensi membuat intubasi menjadi sulit.2



























III. Evaluasi Praoperatif dan Manajemen Perioperatif

III. 1. Evaluasi Praoperatif

Penilaian pra operasi memainkan bagian penting dalam mengurangi komplikasi pasca operasi. Pemahaman tentang status fisik pasien akan memberikan panduan terhadap penilaian jenis penyakit komorbid dan tingkat keparahannya, jenis monitoring yang diperlukan, optimasi pra operasi dan prediksi akan timbulnya komplikasi pasca operasi. Pemahaman riwayat penyakit yang mendetail, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penilaian risiko tindakan pembedahan harus difokuskan selama evaluasi pra operasi.5

Informed Consent

Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat untuk suatu informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut mungkin tidak sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus terlibat untuk memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental dan kognitif pasien harus dipertimbangkan dan didokumentasikan. 5

Riwayat Penyakit dan Status Gizi

Riwayat kondisi medis lengkap dan operasi sebelumnya harus dicatat karena pasien usia lanjut biasanya sedang menjalani banyak terapi obat-obatan. Defisiensi nutrisi yang sering dialami oleh pada usia lanjut harus dinilai secara akurat. Hitung darah lengkap yang menunjukkan anemia, kadar albumin serum yang kurang dari 3.2g/dl dan kolesterol kurang dari 160mg/dl telah terbukti sebagai penanda risiko outcome pasca operasi yang merugikan. Indeks massa tubuh yang kurang dari 20 kg/m2 pada pasien usia lanjut mungkin mengarahkan peningkatan morbiditas karena penyembuhan luka yang tertunda, sehingga suplemen gizi pra operatif harus dipertimbangkan.5

Pemeriksaan fisik

Meskipun pasien usia lanjut memiliki riwayat medis yang panjang, mereka biasanya tidak memberikan rincian penyakit mereka, ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari akibat usia tua. Pemeriksaan fisik harus mencakup informasi yang mendetail tentang status hidrasi, gizi, tekanan darah, nadi dan kondisi sistemik.5

Penilaian status mental pra operasi sangat penting karena biasanya mencerminkan status kognitif pasca operasi. Demensia pra operasi merupakan prediktor yang penting dari outcome bedah yang buruk.

Pemeriksaan Penunjang Pra operasi

Pasien usia lanjut harus menjalani berbagai tes yang akan membantu menentukan parameter kesehatan pasien, bahkan pada mereka yang sehat dan termasuk diantaranya:

- Hitung darah lengkap: Hb, jumlah limfosit

- Urem, kreatinin dan elektrolit akan memberikan informasi tentang fungsi ginjal karena akan mengalami perubahan secara bertahap dengan pertambahan usia. Bersihan kreatinin merupakan indeks penting.

- Gula darah dan kolesterol harus diperiksa karena tingginya insiden diabetes mellitus dan ateroskleorsis.

- Kadar albumin dan fungsi pembekuan darah

- Pemeriksaa elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan pada semua pasien yang berusia di atas 60 tahun, terlepas dari ada riwayat penyakit jantung atau tidak.

- Rontgen dada dan tes fungsi paru pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis.

- Pemeriksaan jantung.

III. 2. Manajemen perioperatif

Tidak ada istilah "terlalu tua" untuk tindakan operasi. Pada umumnya hal yang harus dipikirkan adalah bahwa komorbiditas meningkat dengan pertambahan usia lebih penting dari usia pasien itu sendiri. Penelitian Forrest terhadap 17.201 pasien menunjukkan bahwa, risiko outcome yang berat menurun dari 3% menjadi 2% dari umur 20-an ke umur 40-an, namun meningkat secara linear setelahnya (dari 2% pada umur 40-an sampai 6% pada umur 80-an).7

Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki dampak yang signifikan terhadap tindakan anestesi dan memerlukan perawatan khusus, sehinggan Penting untuk menentukan status fisik pasien dan memperkirakan cadangan fisiologis dalam evaluasi preanestesi. Jika kondisi dapat dioptimalkan sebelum operasi, maka operasi dapat dilakukan tanpa penundaan. Penundaan operasi yang lama dapat meningkatkan morbiditas. Diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular adalah penyakit yang paling sering dialami oleh pasien geriatri. Komplikasi paru adalah salah satu penyebab utama morbiditas pascabedah pada pasien usia lanjut. Untuk pasien ini diperlukan optimasi paru-paru. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium dan diagnostik sangat penting. Masalah yang yang harus selalu dipikirkan pada pasien geriatri adalah kemungkinan terjadinya depresi, malnutrisi, imobilitas dan dehidrasi. Sehingga penting untuk menentukan status kognitif seorang pasien usia lanjut. Defisit kognitif berkaitan dengan outcome yang buruk dan morbiditas perioperatif yang lebih tinggi. Namun masih kontroversial apakah anestesi umum dapat mempercepat perkembangan demensia senilis. 5,7

Farmakologi Klinis Obat-Obatan Anestesi pada Pasien Geriatri

Secara umum berbagai obat-obatan dan teknik anestesi yang sesuai digunakan untuk orang yang berusia lebih muda dan dewasa juga dapat digunakan pada pasien usia lanjut dengan keterbatasan fisiologi mereka. Mungkin diperlukan modifikasi teknik dan khususnya dosis obat.8 Tidak ada regimen anestesi yang "ideal" untuk pasien usia lanjut. Mayoritas obat-obatan anestesi yang lebih poten pada pasien usia lanjut dengan pengecualian atropin (dosis harus ditingkatkan untuk menghasilkan respon heart rate yang diinginkan). 5,7

Proses penuaan dapat menyebabkan perubahan farmakokinetik (hubungan antara dosis obat dan konsentrasi plasma) dan farmakodinamik (hubungan antara konsentrasi plasma dan efek klinis). Namun perubahan yang berhubungan dengan penyakit dan variasi antar individu yang luas bahkan pada populasi yang sama menyebabkan perubahan ini tidak selalu konsisten. 2

Penurunan progresif massa otot dan peningkatan lemak tubuh (terutama pada wanita usia lanjut) menyebabkan penurunan total jumlah cair tubuh. Hal ini menyebabkan konsentrasi plasma obat-obatan yang larut air dapat lebih tinggi, sebaliknya konsentrasi plasma obat-obatan larut lemak dapat dapat lebih renah. Perubahan dalam volume distribusi obat dapat mempengaruhi waktu paruh eliminasi obat. Jika volume distribusi obat ditingkatkan, waktu paruhnya akan diperpanjang kecuali tingkat klirens juga meningkat. Namun karena fungsi ginjal dan hepar juga berkurang seiring pertambahan usia, penurunan tingkat klirens memperpanjang durasi kerja beberapa obat. Studi menunjukkan bahwa pasien usia lanjut yang sehat, aktif hanya mengalami sedikit sedikit atau tidak ada perubahan dalam volume plasma.2

Distribusi dan eliminasi obat juga dipengaruhi oleh perubahan binding protein plasma. Albumin, yang cenderung untuk mengikat obat-obatan yang bersifat asam (misalnya, barbiturat, benzodiazepin, agonis opioid), biasanya menurun sesuai pertambahan usia. Asam-1 glikoprotein, yang mengikat obat dasar (misalnya, anestesi lokal) mengalami peningkatan. Obat-obatan yang terikat dengan protein tidak dapat berinteraksi dengan reseptor organ dan tidak dapat dimetabolisme atau diekskresi.2

Perubahan farmakodinamik utama yang terkait dengan penuaan adalah penurunan kebutuhan obat-obatan anestesi, ditunjukkan oleh MAC yang lebih rendah. Titrasi obat-obatan anestesi secara hati-hati dapat membantu untuk menghindari efek samping dan durasi kerja yang berkepanjangan. Obat-obatan kerja pendek seperti propofol, remifentanil, desflurane, dan suksinilkolin mungkin sangat berguna pada pasien usia lanjut. Obat yang tidak terlalu tergantung pada fungsi hepar, ginjal atau aliran darah seperti mivakurium, atrakurium, dan cisatrakurium juga dapat bermanfaat.2

Pasien usia lanjut memerlukan dosis obat-obatan premedikasi yang lebih rendah. Premedikasi opioid hanya digunakan jika kondisi preoperatif pasien disertai nyeri berat. Antikolinergik tidak diperlukan karena pada pasien usia lanjut kelenjar saliva biasanya mengalami atrofi. Namun, antagonis H2 berguna untuk mengurangi risiko aspirasi. Metoclopramide juga dapat digunakan untuk mempercepat pengosongan lambung, meskipun risiko efek ekstrapiramidal lebih tinggi pada pasien usia lanjut. 5,7

Dibutuhkan konsentrasi obat-obatan inhalasi yang lebih rendah selama kombinasi anestesi epidural - general untuk toleransi endotrakea dan mencegah pasien terbangun intraoperatif.1



Obat-obatan Anestesi Inhalasi

Obat-obatan volatile dan intravena biasanya bekerja lebih lama dengan peningkatan volume pemberian. Anestesivolatile lebih poten pada usia lanjut, sehingga kebutuhan MAC berkurang (meskipun onset kerja dapat meningkat dengan penurunan curah jantung).

Konsentrasi minimum alveolar (MAC) dari semua obat-obatan inhalasi berkurang sekitar 4-5% per dekade di atas usia 40 tahun. Oleh karena itu pasien usia lanjut membutuhkan volume anestesi inhalasi yang lebih rendah untuk mencapai efek yang sama dengan pasien yang lebih muda. Isoflurane adalah mungkin yang paling sesuai, karena relatif stabil dalam sistem kardiovaskuler, memiliki onset dan durasi kerja yang singkat dan hanya 0,2% dari dosis diberikan yang dimetabolisme. Terdapat efek depresi miokard dari anestesi volatile yang berlebihan pada pasien usia lanjut, sedangkan isoflurane dan desflurane jarang menimbulkan efek takikardi. Dengan demikian isoflurane dapat mengurangi curah jantung dan denyut jantung pada pasien usia lanjut.

Obat-obatan inhalasi yang kurang larut seperti sevofluran dan desflurane mengalami metabolisme yang minimal dan sebagian besar diekskresikan oleh paru-paru. Halotan memiliki keuntungan dengan kurang menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, meskipun obat ini meningkatkan sensitifitas miokardium terhadap katekolamin dan mungkin dapat memicu takiaritmia. Eter telah digunakan dengan baik selama bertahun-tahun, dan pada pasien usia lanjut sebaiknya diberikan pada konsentrasi rendah dengan dukungan ventilasi. Hal ini memungkinkan pasien untuk bangun lebih cepat daripada anestesi dengan konsentrasi eter yang lebih tinggi.1,8

Pemulihan dari anestesi dengan obat-obatan anestesi volatile mungkin dapat memanjang karena adanya peningkatan volume distribusi (lemak tubuh meningkat), penurunan fungsi hepar (penurunan metabolisme halotan), dan penurunan pertukaran gas paru. Eliminasi cepat dari desflurane dapat menjadi alasan sebagai anestesi yang dipilih untuk pasien usia lanjut.2

Obat-obat Anestesi Nonvolatile

Secara umum, pasien usia lanjut membutuhkan dosis yang lebih rendah untuk propofol, etomidate, barbiturat, opioid, dan benzodiazepin. Sebagai contoh, seorang yg berusia delapan puluh mungkin memerlukan kurang dari setengah dosis induksi propofol atau thiopental dari yang dibutuhkan oleh seorang pasien yang berusia 20 tahun.2

Meskipun propofol mungkin merupakan obat induksi yang mendekati ideal untuk pasien usia lanjut karena eliminasi yang cepat, namun obat ini lebih mungkin untuk menyebabkan apnea dan hipotensi dibandingkan pada pasien yang lebih muda. Propofol juga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang berlebihan. Pemberian midazolam, opioid, atau ketamin secara bersama-sama dapat menurunkan kebutuhan propofol. Faktor farmakokinetik dan farmakodinamik bertanggung jawab untuk peningkatan sensitivitas terhadap propofol. Pasien usia lanjut membutuhkan kadar propofol darah untuk anestesi yang hampir 50% lebih rendahdi bandingkan pasien yang lebih muda. Selain itu tingkat keseimbangan perifer dan klirens sistemik untuk propofol berkurang secara signifikan pada pasien usia lanjut.2,7

Peningkatan sensitivitas thiopental tampaknya terutama karena faktor farmakokinetik. Pengurangan 40-50% dosis induksi mungkin merupakan hasil dari kadar puncak yang tidak menurun secepat pada pasien geriatri karena distribusi kompartemen sentral ke kompartemen penyeimbang yang lebih lambat. 2

Volume pemberian awal untuk etomidate secara signifikan menurun dengan penuaan. Dosis etomidate dapat dikurangi sampai 50% pada individu yang berusia > 80 tahun. Dibutuhkan dosis yang lebih rendah untuk mencapai titik akhir elektroensefalografik (EEG) yang sama pada pasien usia lanjut (dibandingkan dengan pasien muda). 2

Peningkatan sensitivitas untuk fentanil, sufentanil dan alfentanil, terutama akibat perubahan farmakodinamik. Farmakokinetik untuk opioid tidak dipengaruhi secara signifikan oleh usia. Kebutuhan dosis fentanil dan alfentanil untuk mencapai titik akhir EEG yang sama adalah 50% lebih rendah pada pasien usia lanjut. Sebaliknya volume kompartemen sentral dan klirens berkurang untuk remifentanil. Farmakokinetik opioid jenis lain belum diteliti dengan baik pada pasien usia lanjut, namun diperkirakan juga mengalami peningkatan sensitivitas.

Tabel 8. Farmakologi klinis obat-obatan anestesi pada pasien usia lanjut 1

Penuaan meningkatkan jumlah volume pemberian untuk semua benzodiazepin, yang dapat memperpanjang waktu paruh eliminasiobat tersebut. Untuk diazepam, waktu paruh eliminasi dapat berlangsung selama 36-72 jam. Peningkatan sensitivitas farmakodinamik untuk benzodiazepin juga telah diamati. Kebutuhan midazolam umumnya 50% lebih sedikit pada pasien usia lanjut; eliminasi paruhnya memanang dari sekitar 2,5 sampai 4 jam. 2 Obat golongan NMBD Relatif tidak berubah.7

Muskulorelaksan

Respon terhadap suksinilkolin dan obat-obatan nondepolarizing tidak berubah akibat penuaan. Penurunan curah jantung dan perlambatan aliran darah otot dapat menyebabkan terjadinya perpanjangan blokade neuromuskuler hinga 2 kali lipat pada pasien usia lanjut. Pemulihan dari relaksan otot nondepolarizing yang bergantung pada ekskresi ginjal (misalnya, metocurine, pankuronium, doxakurium, tubocurarine) dapat tertunda karena klirens obat yang menurun. Demikian pula, penurunan ekskresi hepatik akibat kehilangan massa hepar dapat memperpanjang waktu paruh eliminasi dan durasi kerja rokuronium dan vekuronium. Profil farmakologi dari atrakurium dan pipekuronium tidak signifikan dipengaruhi oleh pertambahan usia. Pria usia lanjut dapat mengalami sedikit pemanjangan efek dari suksinilkolin karena menurunnya kadar kolinesterase plasma.2















IV. Manajemen Intraoperatif

Manajemen intraoperatif diarahkan untuk membatasi stres akibat pembedahan dan menghindari kejadian yang lebih memperburuk cadangan fisiologis pasien. Tidak ada teknik universal khusus yang disetujui untuk pasien usia lanjut tetapi beberapa intervensi dapat meningkatkan outcome.1

IV. 1. Induksi Anestesi:

Pada pasien usia lanjut, preoksigenasi agresif yang setara untuk anestesi inhalasi menurun secara linear dengan pertambahan usia, oleh karena itu dosis obat yang mempengaruhi SSP perlu dikurangi untuk mengantisipasi efek sinergi obat. Penggunaan bersama propofol, midazolam, opioid dapat meningkatkan kedalaman anestesi. Hipotensi adalah kejadian yang umum didapatkan sehingga dosis obat-obatan ini harus dititrasi. Dipilih obat yang bekerja singkat. Stimulasi intubasi trakea tidak memberikan efek hipotensi pada pasien usia lanjut. 1

Efek puncak obat mengalami penundaan, diantaranya: midazolam 5 menit, fentanil 6-8 menit, dan propofol 10 menit. Untuk meminimalkan kedalaman dan durasi hipotensi, dosis propofol tanpa suplementasi opioid disesuaikan dengan cara dikurangi 1,0-1,5 mg / kg lean body weight (LBW) dan 0.5-1.0mg/kg jika diberikan opioid secara bersamaan khususnya jika disertai juga dengan pemberian ketamin dosis rendah dan midazolam.8

Penggunaan profilaksis aspirasi dan rapid sequence intubation (RSI) harus dilakukan secara rutin, khususnya pada pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit refluks dan prosedur darurat. Antisipasi pemanjangan durasi obat neuromuskuler yang bersifat organ based klirens. Seiring pertambahan usia, obat-obatan intermediate acting bekerja lebih lama (kecuali atrakurium dan cisatrakurium), dapat menurunkan suhu tubuh, menyebabkan diabetes dan obesitas (jika dosisnya dihitung berdasarkan berat badan total) dan peningkatan blok neuromuskuler. Dosis antikolinesterase inhibitor juga harus dikurangi dan pasien dipantau dengan ketat di unit perawatan pasca-anestesi (PACU) untuk tanda-tanda rekurarisasi.1

Obat-obatan non-steroid anti-inflammatory drug (NSAID) untuk menghilangkan rasa sakit pasca operasi harus diberikan dengan dosis dikurangi untuk menghindari komplikasi seperti gastritis, gagal ginjal akut. NSAID harus dihindari pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi ginjal preoperatif (peningkatan kadar urea / kreatinin) atau jika pasien mengalami hipovolemia.1

IV. 2. Sedasi dan Monitoring

Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis pertambahan usia tidak selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia lebih tua menunjukkan sejumlah komorbiditas, riwayat pengobatan yang banyak, dan kurangnya cadangan fisiologis. Pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap efek sedatif dan depresan dari obat-obatan yang digunakan untuk sedasi dan juga mengalami peningkatan risiko untuk efek samping aditif ika diberikan obat-obatan kombinasi. Jika episode singkat dari hipotensi atau desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien muda, episode yang sama pada pasien usia lanjut dapat mengakibatkan konsekuensi serius, seperti aritmia dan iskemia jantung.3

Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan pasien yang lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas harus dapat mengawasi pasien. Individu ini tidaklah melakukan prosedur melainkan harus terus memantau respon, kerjasama, dan tanda-tanda vital pasien. Karena pasien yang tersedasi harus responsif setiap saat, maka komunikasi dengan pasien adalah salah satu metode pemantauan yang paling berharga. 3





Tabel 9.Pertimbangan untuk sedasi pada orang tua.3

  1. Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia

  2. Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya

  3. Kesulitan memposisikan pasien

  4. Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal

  5. Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah

  6. Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi

  7. Demensia dan disfungsi kognitif 3



IV. 3. Anestesi umum atau regional

Anestesi regional mungkin memiliki beberapa keunggulan dibandingkan anestesi umum, termasuk jarang menimbulkan tromboemboli, gangguan kesadaran dan pernafasan pasca-bedah. Anestesi dengan blok tungkai dan pleksus ideal untuk operasi perifer. Hernia dan katarak umumnya dilakukan dengan anestesi lokal. Hipotensi lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut yang menjalani anestesi spinal / epidural karena terjadi gangguan fungsi otonom dan penurunan penyesuaian arteri. 1,8

Pada pasien dengan penyakit jantung berat yang memerlukan kontrol tekanan darah ketat, anestesi umum mungkin lebih baik. Tinjauan Cochrane terhadap 17 penelitian anestesi untuk operasi fraktur tulang pinggul (melibatkan lebih dari 2.800 pasien) membandingkan anestesi umum dan regional. Penulis menyimpulkan bahwa anestesi regional dapat mengurangi mortalitas pada satu bulan pasca operasi, tetapi baik anestesi regional dan umum menghasilkan outcome yang sama untuk mortalitas jangka panjang.8

Pertimbangan tindakan anestesi regional pada pasien geriatri diantaranya: Peningkatan kepekaan terhadap anestesi lokal, risiko mati rasa, nerve palsy, komplikasi neuralgia, pemanjangan durasi blok, blok tingkat tinggi, hipotensi dan bradikardi. Terdapat penurunan dramatis dalam hal kebutuhan sedasi dengan blok neuraxial. 1

Anestesi regional blok dapat mempertahankan status gizi dan normothermia. Teknik ini ini juga dapat mengurangi sensitisasi sentral sehingga mengurangi kebutuhan analgesik opioid pasca operasi dan meningkatkan outcome pada paru-paru, jantung dan ginjal sekaligus mengurangi insiden komplikasi tromboemboli. Tinjauan oleh Rodgers dkk menyimpulkan bahwa terdapat penurunan mortalitas dalam 30 hari dan throbosis vein thrombosis (DVT) pada kelompok anestesi regional.1

IV. 4. Hipotermia

Pembedahan umumnya dapat menyebabkan hipotermia karena faktor lingkungan dan tindakan anestesi yang menginduksi inhibisi mekanisme termoregulator normal. Pasien usia lanjut lebih beresiko untuk mengalami hipotermia karena anestesi yang mengubah mekanisme termoregulator dan tingkat metabolisme basal yang rendah. Hipotermia intraoperatif dapat menjadi faktor risiko jantung independen untuk penyakit jantung pasca operasi pada usia lanjut. Oleh karena itu, pada pasien usia lanjut harus dilakukan upaya untuk mencegah kehilangan panas. Langkah-langkah untuk mencegah hipotermia adalah: pembersihan pasca operasi dengan cairan yang hangat, menggunakan sistem pemanasan, menghangatkan cairan IV, menjaga suhu lingkungan tetap hangat, menutupi pasien dengan selimut sebelum dan setelah operasi. 1

IV. 5. Manajemen cairan

Mengelola volume intravaskular yang tepat sangat penting dengan menghindari kelebihan dan kekurangan pemberian cairan. Karena adanya peningkatan afterload, penurunan respon inotropik atau chronotoropic serta gangguan respon vasokonstriksi menyebabkan pasien usia lanjut sangat tergantung pada preload yang memadai. Pasien usia lanjut juga rentan terhadap dehidrasi karena penyakit, penggunaan diuretik, puasa pra operasi dan penurunan respon haus. Asupan cairan oral hingga 2 - 3 jam sebelum operasi, dan terapi pemeliharaan cairan yang cukup serta menghindari terapi diuretik sebelum operasi dapat menghindarkan kejadian hipotensi mendadak segera setelah induksi anestesia. Hidrasi yang berlebihan juga harus dihindari pada usia lanjut dengan ganggaun jantung karena mereka lebih rentan untuk terjadinya kegagalan sistolik, perfusi organ yang jelek dan penurunan GFR.1

Penting pula untuk melakukan pemantauan kateter vena sentralis atau arteri pulmonalis intraoperatif untuk mengukur volume darah sentral khusus pada pasien usia lanjut yang cenderung memiliki penurunan volume darah dalam jumlah besar atau pergeseran cairan. Penting untuk menaga tekanan vena sentral pada kisaran 8 - 10 mmHg dan tekanan arteri pulmonalis14 - 18 mm Hg untuk mempertahankan output jantung yang memadai.1













V. Manajemen pasca operasi

V. 1. Manajemen jalan napas

Perubahan fungsi faring, refleks batuk, dapat diperburuk oleh efek dari anestesi, instrumentasi faring dan operasi yang dapat meningkatkan kemungkinan aspirasi pascaoperasi pada usia lanjut. Pembalikan efek blok neuromuskuler, penggunaan pipa nasogastrik, mengembalikan refleks faring dan laring, motilitas gastrointestinal dan ambulasi dini dengan konversi intake oral setelah operasi dapat meminimalkan insiden aspirasi pasca operasi.1

V. 2. Terapi oksigen

Dianjurkan untuk memberikan terapi oksigen pasca-operasi untuk semua pasien usia lanjut, terutama setelah pembedahan abdomen atau dada, penyakit kardiovaskuler atau pernapasan, kondisi kehilangan darah yang signifikan, atau bila telah diberikan analgetik opioid. Nasal kanul sering ditoleransi lebih baik daripada masker. 8

V. 3. Perawatan intensif

Jika pasien sangat tergantung pada perawatan tingkat tinggi atau tersedia fasilitas perawatan intensif, hal ini dapat meningkatkan outcome jangka panjang dari pasien usia lanjut, khususnya mereka yang menjalani operasi darurat. 8

V. 4. Manajemen Nyeri

Manajemen nyeri akut sangat penting pada pasien bedah berusia lanjut, dimana nyeri pasca operasi dapat menghasilkan efek yang berbahaya. Kontrol nyeri yang kurang optimal dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut karena komorbiditas terkait seperti penyakit jantung iskemik, penurunan cadangan ventilasi, perubahan metabolisme, efek dan ekskresi. 1

Pertimbangkan pemberian analgetik sederhana seperti parasetamol, dan NSAID dengan hati-hati. Titrasi morfin IV menggunakan protokol usia lanjut (> 70 tahun) yang sama dengan pasien yang lebih muda tampaknya aman. Dua sampai tiga miligram morfin IV setiap 5 menit untuk skor analog visual lebih dari 30 dilaporkan dapat memberikan kontrol nyeri yang memadai. Opioid kerja singkat seperti fentanil atau sufentanil dan satrategi manajemen nyeri intensif dengan bolus intermiten atau patient controlled analgesia (PCA) secara parenteral atau dengan blok neuraxial dilaporkan paling bermanfaat untuk pasien usia lanjut beresiko tinggi atau pasien usia lanjut dengan risiko rendah yang menjalani operasi berisiko tinggi dengan mengurangi respon stres terhadap pembedahan dan ambulasi dini.1,8

V. 5. Pertimbangan lainnya

Fisioterapi dini dan kontinyu serta mobilisasi dapat membantu pemulihan pasca-operasi dan dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit secara signifikan. Pertimbangkan profilaksis deep vein thrombosis (DVT) dimana pasien usia lanjut adalah kelompok berisiko tinggi, terutama mereka dengan fraktur kolum femoris atau mereka yang tirah baring selama beberapa hari. Cari kemungkinan munculnya komplikasi pascaoperasi. Komplikasi yang paling sering termasuk infeksi (terutama luka, dada, saluran kemih), DVT dan emboli paru. Dapat pula timbul delirium dan mungkin disebabkan oleh sepsis, dehidrasi, overhidrasi, ureum dan elektrolit yang abnormal, hipoksia, sindrom putus alkohol / obat atau gangguan kognitif / demensia.8











VI. Kesimpulan

Usia lanjut bukan merupakan kontraindiksi untuk anestesi umum maupun regional. Pasien usia lanjut sangat rentan dan sangat sensitif terhadap stres akibat trauma, operasi, hospitalisasi, dan anestesi dengan mekanisme yang hanya sebagian dipahami. Penyakit yang umumnya ditemukan pada usia lanjut memiliki dampak yang signifikan terhadap tindakan anestesi dan memerlukan perawatan khusus, sehinggan penting untuk menentukan status fisik pasien dan memperkirakan cadangan fisiologis dalam evaluasi preanestesi. Oleh karena itu, meminimalkan risiko perioperatif pada pasien geriatri memerlukan suatu penilaian preoperatif yang bijaksana terhadap fungsi organ, manajemen intraoperatif yang teliti untuk gangguan yang menyertai, dan kontrol nyeri pasca operasi yang optimal.

Dosis kebutuhan obat-obatan anestesi lokal (minimum anesthetic concentration) dan umum (minimum alveolar concentration) berkurang pada usia lanjut. Administrasi suatu agen anestesi epidural pada volume tertentu cenderung menghasilkan penyebaran cephalad yang lebih luas pada pasien usia lanjut, tetapi dengan durasi analgesia dan blok motorik yang lebih singkat.

Terdapat sejumlah pasien usia lanjut yang mengalami berbagai tingkat keadaan konfusional akut, delirium, atau disfungsi kognitif pasca operasi.

Penuaan menghasilkan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Penyakit yang berhubungan dengan perubahan dan variasi antarindividu yang luas bahkan pada populasi yang sama menyebabkan generalisasi yang tidak konsisten. Pasien usia lanjut menunjukkan kebutuhan dosis yang rendah rendah untuk propofol, etomidate, barbiturat, opioid, dan benzodiazepin.

Dalam beberapa aspek, anestesi regional dapat menunjukkan manfaat yang mengutungkan bagi pasien usia lanjut. Teknik ini kurang menyebabkan tromboemboli, gangguan kesadaran dan pernafasan pasca-bedah. Pada pasien dengan penyakit jantung berat yang memerlukan kontrol tekanan darah ketat, anestesi umum mungkin lebih baik. Pada teknik anestesi umum, sangat penting untuk titrasi dosis obat dan lebih bijaksana untuk menggunakan obat-obatan kerja pendek.

































Daftar Pustaka

1. Kumra VP. Issues in geriatric anaesthesia. SAARC J. Anesthesia. New Delhi, 2008. Hal:39 - 49

2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Geriatric Anesthesia. Dalam: Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Philadelphia, 2006. Lange Medical Books/ McGraw-Hill, hal: 951-8 .

3. Silverstein JH. The Practice of Geriatric Anesthesia. Dalam: Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric anesthesiology 2nd Edition. New York. 2008. Springer, hal:3-15

4. Priebe HJ. The aged cardiovascular risk patient. British Journal of Anaesthesia 85 (5): 763±78 (2000) [cited 2011 December 06]. Available from: http://www.bja.oxfordjournals.org/content/85/5/763.long

5. Kanonidou Z, Krystianou G. Anesthesia for Elderly. Hippokratia 2007, 11, 4: 175-177. [cited 2011 December 06]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC255979/

6. Stoelting RK, Hillier SC. Physiology of the newborn and elderly. Dalam: Handbook of pharmacology and physiology in anesthetic practice, 2nd ed. Philadelphia, 2006. Lippincott Williams & Wilkins, hal: 871-81

7. Anonym. Geriatrics (Anesthesia Text) [cited 2011 December 06]. Available from: http://www.OpenAnesthesia.org

8. Kelly F. Anesthesia for the erderly patient. [cited 2011 December 06]. Available from: http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/15/u15513_01.htm

9. Ceba RC, Sprung J, Gajic O, Warner DO. The aging respiratory system: anesthetic strategies to minimize perioperative pulmonary complications. Dalam: Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric anesthesiology 2nd Edition. New York. 2008. Springer, hal: 149- 163

10. Anwer HM. Postoperative cognitive dysfunction in adult and elderly patients. M.E.J. Anseth 18 (6), 2006

11. Lewis MC. Alterations in metabolic functions and electrolytes. Dalam: Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, Mcleskey CH. Geriatric anesthesiology 2nd Edition. New York. 2008. Springer, hal: 97- 105

12. Hazen SE, Larsen PD, Martin L. General anesthesia and elderly surgical patients.[cited 2011 December 06]. Available from:http://www.fidarticles/p/articles/mi_m0FSL/is_n4_v65/ai..

13. Kleinger SH. Anesthesia of the geriatric patient. 81stWestern veteranary

Tuesday, December 25, 2012

Gangguan Pubertas

GANGGUAN PUBERTAS

 

I. DEFENISI

            Pubertas adalah proses perubahan fisiologis yang berhubungan dengan aktivitas sumbu hipotalamus-hipofisis-gonad yang mengarah ke fungsi reproduksi dewasa. Pubertas ditandai dengan percepatan pertumbuhan linier, pematangan tulang, dan pengembangan karakteristik seksual sekunder seperti pertumbuhan payudara dan perkembangan rambut kemaluan. Pubertas dimulai oleh dua proses: adrenarche, peningkatan sekresi androgen dari kelenjar adrenal, dan gonadarche, steroidogenesis dan gametogenesis dalam gonad. Adrenarche biasanya mendahului gonadarche; namun, keduanya adalah peristiwa endokrin independen, dan satu mungkin terjadi tanpa yang lain.1

 

II. KLASIFIKASI

           Secara umum gangguan pubertas dibagi menjadi dua yaitu: pubertas prekoks (prematur)  dan  gangguan pubertas tarda (delayed).

1.    Pubertas prekoks adalah timbulnya ciri-ciri seksual sekunder sebelum usia 8 tahun pada anak perempuan dan sebelum usia 9 tahun pada anak laki-laki.

2.     Pubertas tarda atau pubertas terlambat adalah tidak ditemukannya ciri-ciri seksual sekunder pada anak perempuan berusia 13 tahun dan anak laki-laki berusia 16 tahun.

 

Pubertas prekoks terbagi menjadi dua klasifikasi:

- Pubertas prekoks tergantung GnRH.

Komplit, isoseksual, central precocity (atau tergantung GnRH dan gonadotropin-spesifik) juga dikenal sebagai pubertas prekoks sejati.

- Pubertas prekoks tidak tergantung GnRH.

Inkomplit, isosexual atau heteroseksual, pseudopubertas perifer atau prekoks. Kematangan seksual dalam keadaan seperti ini karena sekresi ekstrahipofisis anterior hCG atau sekresi steroid seks secara independen dari stimulasi gonadotropin-hipotalamus-hipofisis. Dengan demikian, mekanisme ini adalah tidak tergantung GnRH.2

 

III. FISIOLOGI PUBERTAS

Periode Masa bayi dan Anak

            Selama masa intrauterin, janin telah mendapat pengaruh rangsangan estrogen, progesteron dan gonadotropin, sehingga ketika bayi wanita lahir telah terlihat adanya pembesaran payudara dan uterus. Mukosa vagina dan endometrium memperlihatkan gambaran proliferasi. Epitel vagina mengandung glikogen dalam jumlah besar. Keasaman vagina menunjukkan nilai pH 4,5-5 mirip nilai pH pada wanita usia reproduksi. Setelah bayi wanita lahir, pengaruh estrogen dan progesteron dari plasenta terputus, sehingga pada usia 2-4 hari FSH dan LH meningkat kembali dan ini akan berangsur-angsur menurun lagi sampai anak berumur 4 tahun. Pada tingkat awal pertumbuhan genitalia (umur 1-8 tahun) kadar gonadotropin dan steroid seks dalam darah serta urin sangat rendah. Pada umur 3-7 tahun masih dijumpai FSH, LH dan estrogen dalam serum. Tingkat kematangan gonad dan organ genitalia tidah berubah nyata sampai usia pubertas. Pada umur 10-11 tahun payudara mulai berkembang, dan ini dikenal sebagai telars (telarche). Pertumbuhan payudara yang sempurna akan berakhir pada 2-4 tahun pascamenars. Estrogen yang terbentuk itu selain menyebabkan penumpukan lemak di paha, payudara dan otot-otot lainnya, juga menyebabkan pertumbuhan tulan-tulang panggul. Pertumbuhan tulang-tulang yang lain dipicu oleh androgen yang berasal dari adrenal. 3

            Hormon steroid dan gonadotropin merosot pada usia 1 tahun dan setelah 2 tahun masih berada pada tingkat yang sangat rendah sampai usia 6 - 8 tahun. Selama periode ini, sistem hipotalamus-hipofisis yang mengendalikan gonadotropin ("gonadostat") sangat sensitif terhadap umpan balik negatif dari estrogen (konsentrasi estradiol pada masa ini masih rendah yaitu 10 pg / mL)1

 

Periode prapubertas

Tiga perubahan penting dalam fungsi homeostatik endokrin anak:

1.    Adrenarche.

2.    Penurunan represi dari "gonadostat"

3.        Amplifikasi bertahap dari gonadotropin-GnRH dan interaksi gonadotropin- steroid ovarium menyebabkan "gonadarche"1

 

Adrenarche

            Peningkatan produksi androgen adrenal dimulai sekitar usia 4 sampai 7 tahun dan merupakan salah satu perubahan endokrin awal yang berhubungan dengan pubertas.1

            Pertumbuhan rambut pubis dan aksila terjadi karena adanya peningkatan produksi androgen adrenal pada pubertas. Jadi, tahap pubertas ini sering disebut sebagai adrenarche (atau pubarche). Secara umum, awal adrenarche (tanda-tanda klinis aktivitas androgen adrenal) didahului dengan 2 tahun pertumbuhan linier secara pesat, kenaikan estrogen dan gonadotropin pada pubertas dini, dan menarche di pertengahan pubertas.2

            Terdapat cukup bukti yang menunjukkan terpisahnya mekanisme kontrol yang memulai adrenarche dan yang mengatur pematangan GnRH-hipofisis-ovarium (gonadarche). Demikian, adrenarche tampaknya tidak berada di bawah pengaturan langsung gonadotropin atau ACTH.2

 

Penurunan Represi dari "Gonadostat"

            Untuk sekitar 8 tahun, dari bayi sampai periode prapubertas, LH dan FSH ditekan ke tingkat yang sangat rendah. Mekanisme penghambatan sekresi gonadotropin melalui umpan balik negatif yang sangat sensitif terhadap estrogen gonad pada level rendah pada hipotalamus dan hipofisis anterior, dan pengaruh inhibisi intrinsik pada GnRH yang mengurangi konsentrasi basal gonadotropin. Pada usia 10-11 tahun (pada waktu pubertas akan terjadi), gonadotropin meningkat sekali lagi sampai rentang pascamenopause. Pola keseluruhan dari sekresi gonadotropin agonadal basal pada anak-anak secara kualitatif serupa dengan yang diamati pada wanita normal.

            Dua neurosignals tampaknya terlibat dalam menahan penekanan pada sekresi GnRH, asam γ-aminobutyric (GABA) dan neuropeptide γ.

 

Perubahan dan Amplifikasi GnRH-gonadotropin dan Interaksi steroid gonadotropin-ovarium

            FSH dan LH meningkat progresif selama tahapan pubertas. Pematangan pubertas pada anak perempuan juga disertai dengan perubahan pola respon gonadotropin terhadap GnRH hipotalamus-releasing hormon. Respon FSH GnRH pada awalnya tinggi tetapi menurun terus sepanjang masa pubertas. Sebaliknya, respon LH rendah pada anak perempuan dan meningkat selama prapubertas . Hal ini merupakan dasar pengamatan bahwa FSH umumnya meningkat awalnya dan mengalami pendataran di pubertas pertengahan, sementara LH cenderung naik lebih lambat dan mencapai tingkat dewasa di masa pubertas lanjut. Peningkatan amplitudo dan frekuensi GnRH yang pulsatif dipercaya memprovokasi peningkatkan sekresi FSH dan LH. GnRH bertindak sebagai sebagai self-primer pada sel gonadotrop dari hipofisis anterior dengan menginduksi reseptor permukaan sel tertentu untuk GnRH yang diperlukan untuk aksinya(up-regulation). Dengan demikian, sel gonadotropin meningkatkan kapasitas mereka untuk merespon GnRH. Pertama dengan sintesis dan kemudian oleh sekresi gonadotropin. Ketika sekresi gonadotropin muncul, sintesis steroid ovarium folikel dirangsang dan sekresi estrogen meningkat.2

 

Masa pubertas

            Suatu kaskade yang diinisiasi oleh pelepasan sinyal GnRH dari umpan balik dan hasil inhibisi negatif sentral prapubertas menghasilkan peningkatan gonadotropin dan steroid dengan karakteristik penampilan seksual sekunder dan fungsi dewasa (menarche, kemudian ovulasi). Meskipun penentu terbesar dari waktu pubertas adalah genetik, faktor lain yang mempengaruhi waktu inisiasi dan tingkat perkembangan pubertas: lokasi geografis, ekspos cahaya, faktor kesehatan umum, status gizi dan keadaan psikologis. Misalnya, anak-anak dengan riwayat keluarga mulai mengalami pubertas awal yang dini, anak-anak lebih dekat ke khatulistiwa, di ketinggian lebih rendah, orang-orang di daerah perkotaan, dan anak yang agak gemuk mulai lebih awal dari orang-orang di lintang Utara, pada ketinggian yang lebih tinggi di atas permukaan laut, dipedesaan, dan anak-anak berat badan normal. Ada korelasi yang cukup baik antara menarche ibu dan anak perempuan dan antara saudara perempuan.  Begitu juga antara usia onset dan durasi pubertas; semakin awal onset pubertas, semakin lama durasinya. Penurunan usia menarche yang ditampilkan oleh anak-anak di negara maju secara pasti mencerminkan peningkatan status gizi dan kondisi kehidupan yang lebih sehat. Frisch berpendapat bahwa minimal berat badan 47,8 kg harus dicapai oleh perempuan untuk mencapai menarche. Mungkin lebih penting dari berat badan total adalah perubahan komposisi lemak tubuh lebih besar (dari 16,0% menjadi 23,5%), yang pada gilirannya dipengaruhi oleh status gizi. Memang, anak perempuan agak gemuk (20-30% dari berat badan normal) memiliki menarche lebih awal dari anak perempuan dengan berat badan normal.

            Banyak pengamatan mendukung peran leptin di dalam fisiologi reproduksi. Tingkat leptin meningkat selama masa kanak-kanak sampai masa pubertas, menunjukkan bahwa tingkat ambang leptin diperlukan untuk memulai pubertas. Semakin tinggi tingkat leptin,semakin awal usia menarche.

Tahap

Perkembangan rambut pubis

Perkembangan payudara

 

1

Tidak ada

Papila terangkat (pra remaja), tidak ada tunas payudara

 

II

Jarang, panjang, agak berpigmen

Tunas payudara dan papila sedikit terangkat

 

III

Lebih gelap, kasar, keriting

Tunas payudara dan areola bertemu, terangkat

 

IV

Hanya ada rambut pubis tipe dewasa

Areola dan papila menonjol di atas payudara

 

V

Menyebar ke lateral

Papila menonjol, matang

 

Klasifikasi Perkembangan Remaja Wanita Menurut Tanner

 

 

Perkembangan rambut pubis dan payudara pada perempuan

IV. PUBERTAS PREKOKS

            Pubertas prekoks adalah timbulnya ciri-ciri seksual sekunder sebelum usia 8 tahun pada anak perempuan dan sebelum usia 9 tahun pada anak laki-laki. Walau timbulnya seluruh ciri-ciri seksual sekunder berasal dari peningkatan produksi steroid seks, namun etiologi peningkatan produksi dan aktivitas hormon seksual ini mungkin akibat peningkatan sekresi gonadotropin atau penyakit intrinsik pada adrenal, ovarium, atau testis.4

            Jika standar deviasi rentang normal yang diterima 2,5 tahun, maka perubahan pubertas sebelum usia 8 tahun (menarche sebelum usia 10 tahun) dianggap sebagai pubertas prekoks.

 

Gambar seorang anak perempuan dengan pubertas prekoks

 

            Namun penelitian cross-sectional terbaru (oleh American Academy of Pediatrics) menunjukkan bahwa sejumlah besar anak perempuan normal memulai pubertas sebelum usia 8 tahun. Tentu saja, thelarche dan adrenarche sebelum umur 6 tahun harus dievaluasi. Dalam usia anak 6-8 tahun, respon klinisi dipengaruhi oleh kecemasan dan stres pada pasien dan orang tua, dan presentasi klinis. Peningkatan pertumbuhan sering menjadi perubahan pertama dalam pubertas prekoks. Hal ini biasanya diikuti oleh perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan. Pada kesempatan lain, adrenarche, thelarche, dan pertumbuhan linier bisa terjadi secara simultan. Namun menarche bisa jadi tanda pertama.2

            Secara sederhana, pubertas prekoks terbagi menjadi dua klasifikasi:

- Pubertas prekoks tergantung GnRH. Komplit, isoseksual, central precocity (atau tergantung GnRH dan gonadotropin-spesifik) juga dikenal sebagai pubertas prekoks sejati. Istilah-istilah ini semua mengacu pada aktivasi awal dari poros hipotalamus-hipofisis-gonad.

-   Pubertas prekoks tidak tergantung GnRH. Inkomplit, isosexual atau heteroseksual, pseudopubertas perifer atau prekoks. Kematangan seksual dalam keadaan seperti ini karena sekresi ekstrahipofisis anterior hCG atau sekresi steroid seks secara independen dari stimulasi gonadotropin-hipotalamus-hipofisis. Dengan demikian, mekanisme ini adalah tidak tergantung GnRH.

 

 

Female

Male

GnRH-Dependent (True Precocity)

Idiopathic

74.0%

41.0%

CNS problem

7.0%

26.0%

GnRH-Independent (Precocious Pseudopuberty)

 

 

Ovarian (cyst or tumor)

11.0%

-

Testicular

-

10.0%

McCune-Albright syndrome

5.0%

1.0%

Adrenal feminizing

1.0%

0.0%

Adrenal masculinizing

1.0%

22.0%

Ectopic gonadotropin production

0.5%

0.5%

Klasifikasi dan Kejadian Relatif  pubertas prekoks,

 

            pubertas prekoks komplet atau sejati digunakan untuk menggambarkan pubertas prekoks yang disebabkan oleh peningkatan gonadotropin hipofisis. Pubertas prekoks inkomplet atau perifer mengacu pada pubertas prekoks yang disebabkan oleh penyakit yang berasal dari gonad atau adrenal. 4

 

Pubertas prekoks tergantung GnRH (pubertas prekoks yang terjadi Karena Stimulasi Sekresi gonadotropin, pubertas prekoks sejati)

            Tanda-tanda seksual konstitusional prekoks karena pematangan dini dari sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium, sehingga terjadi produksi gonadotropin dan steroid seks. Pasien ini mengalami peningkatan pertumbuhan yang terkait dengan tingkat insuline-like growth faktor-1. Pubertas prekoks Konstitusional berkaitan dengan hubungan keluarga dan biasanya terjadi sangat dekat dengan batas usia 8 tahun. Di sisi lain, pubertas prekoks idiopatik tidak berkaitan dengan hubungan keluarga dan terjadi jauh lebih awal di masa kanak-kanak. Harus diingat bahwa diagnosis ini harus dengan eksklusi yang panjang dan pasien harus menjalani follow up yang panjang, karena kelainan otak tidak dapat menjadi jelas sampai mencapai usia dewasa.

            Presentasi klinis pubertas prekoks sejati biasanya tidak mengikuti tahapan perkembangan payudara, pertumbuhan rambut kemaluan, percepatan pertumbuhan dan kemudian haid. Sudah lazim untuk adrenarche atau menarche menjadi tanda pertama (atau bau badan orang dewasa) kemudian diikuti oleh tanda lainnya. Perkembangan ini bersifat variabel, biasanya lebih lambat dalam kasus-kasus idiopatik, tetapi lebih cepat pada keadaan prekositas karena penyakit sentral.

            Pubertas prekoks konsisten dengan kehidupan reproduksi normal, dan tidak terkait dengan menopause dini. Efek yang paling serius pada prekositas adalah postur tubuh yang pendek. Karena jaringan tulang sangat sensitif terhadap estrogen bahkan pada tingkat terendah, anak-anak ini tinggi untuk usia mereka, tetapi penyatuan epifisis terjadi lebih awal, sehingga postur tubuh mereka lebih pendek. Lima puluh persen kurang dari 5 kaki (152 cm).

            Intelektual dan pengembangan psikososial yang sepadan dengan usia kronologis daripada tahap pubertas. Harapan emosional, kompetensi sosial, seksual, dan intelektual sesuai dengan status pubertas mereka membuat anak-anak ini dan keluarga mereka berpotensi mengalami masalah serius pada semua tingkat fungsi sosial dan emosional.

            Sejumlah masalah SSP, termasuk perkembangan kranial abnormal karena ricketsia, dapat menyebabkan prekoks sejati. Berbagai tumor dapat menginduksi prekositas, termasuk hamartomas di hipotalamus (lesi paling umum pada anak perempuan yang sangat muda), craniopharyngioma, astrocytoma, glioma, neurofibroma, ependymoma, dan teratoma suprasellar semua biasanya terletak dekat dengan hipotalamus. Tumor Pineal, untuk alasan yang tidak diketahui, telah dilihat hanya pada pria pubertas prekoks. Penyebab non- tumor termasuk diantaranya: encephalitis, meningitis, hidrosefalus dan penyakit von Recklinghausen. Cedera pada kranial dapat merangsang perkembangan seksual. Mekanismenya tidak diketahui, dan periode laten biasanya terlihat dalam 1-2 bulan. Hamartoma adalah kelainan bawaan hiperplastik pada dasar ventrikel ketiga yang biasanya menghasilkan keadaan cepat dewasa dalam beberapa tahun pertama kehidupan; pencitraan resonansi magnetik adalah metode yang paling sensitif untuk mendeteksi tumor kecil seperti sebuah hamartoma. Pasien dengan pubertas prekoks sejati dan lesi SSP atau riwayat iradiasi kranial harus dievaluasi ada tidaknya kekurangan growth hormone karena ada kaitannya dengan defek tersebut.

            Belum ditemukan mekanisme patofisiologi yang jelas yang dapat menghubungkan beragam spektrum etiologi untuk pubertas prekoks sentral. Peningkatan tekanan intraserebral dan predileksi lesi di hipotalamus posterior telah menimbulkan berbagai teori. Temuan bahwa faktor pertumbuhan transformasi-α (TGF-α) terakumulasi pada daerah cedera otak akibat trauma menginduksi terjadinya aktivasi ekspresi gen dalam sel glial menyajikan model menarik bahwa TGF-α GnRH merangsang pelepasan GnRH. Hamartoma dapat menghasilkan sinyal GnRH, seperti jaringan hipotalamus normal dari mana mereka berasal. Selain itu, hamartomas juga dapat memproduksi TGF-α bahwa pada gilirannya merangsang pelepasan GnRH.

            Produksi gonadotropin ektopik merupakan penyebab langka pubertas prekoks terhitung kurang dari 0,5% dari kasus. Tumor yang paling sering menghasilkan human chorionic gonadotropin (hCG) adalah chorioepithelioma dan dysgerminoma dari indung telur, dan hepatoblastoma. Penyebaran tumor sering terjadi pada saat pubertas,  massa panggul dan perut disertai dengan asites biasanya dapat dideteksi.

            Pubertas prekoks sejati terjadi di sejumlah kecil anak-anak dengan hipotiroidisme lama. Ada bukti yang mendukung kemungkinan bahwa tingkat thyroid-stimulating hormone (TSH) yang tinggi dapat merangsang reseptor FSH. Selain bertubuh pendek (tetapi bukan akselerasi usia tulang), galaktore mungkin dapat ditemukan. Sela tursika sering membesar, tetapi dengan terapi penggantian tiroid pubertas hal ini berhenti dan bahkan mengecil. Sella akan kembali normal. Meskipun kasus dilaporkan telah parah dan karenanya secara klinis jelas, evaluasi laboratorium fungsi tiroid diindikasikan dalam semua kasus pubertas prekoks.

            Pengobatan pubertas prekoks sejati meliputi pengenalan dan korek­si terhadap lesi SSP yang merupakan etiologinya. Terapi tambahan mungkin diperlukan, termasuk penekanan pada aksis H-H-G dengan agonis atau antagonis GnRH. Agonis GnRH merupakan analog GnRH kerja panjang yang menempati reseptornya uniuk waktu yang lama. Penempatan reseptor yang berkepanjangan akan menghilangkan pulsatil GnRH yang diperlukan untuk pelepasan gonadotropin dari hipofisis. Antagonis GnRH menempati dan memblok reseptor GnRH dan menyebabkan hilangnya pulsatil GnRH dengan cepat. Keduanya dengan efektif dapat melindungi saat dewasa dan mencegah berbagai masalah psikoseksual yang terjadi pada pubertas prekoks yang tidak diobati. 4

 

Pubertas prekoks tidak tergantung GnRH(Perkembangan Karena Ketersediaan Steroid Sex, Pseudopubertas prekoks).

            Hiperplasia adrenal kongenital merupakan salah satu penyebab yang lebih umum dari pubertas prekoks tidak tergantung GnRH. Sebelas persen dari anak perempuan dengan pubertas prekoks memiliki tumor ovarium. Tumor biasanya merupakan neoplasma penghasil estrogen atau kista. Lima persen dari tumor sel granulosa dan 1% dari tumor sel teka terjadi sebelum pubertas. Namun, gonadoblastoma, teratoma, tumor sel lipoid, cystadenomas, dan bahkan kanker ovarium telah dilaporkan sebagai penyebab prekositas. Pendarahan tidak teratur dan bisa juga berupa menorrhagia karena anovulatorik. Massa panggul adalah mudah diraba pada 80% kasus. Massa yang dapat dirasakan pada palpasi panggul atau perut membutuhkan eksplorasi bedah. Pemeriksaan yang lebih maju berupa pencitraan ultrasonografi panggul dan seluruh tubuh (perut) untuk pemeriksaan pubertas prekoks. Selain estrogen dan androgen, tumor ini dapat menghasilkan hCG.2

            Tumor adrenal yang disertai feminisasi sangat jarang ditemukan (1% dari kasus) dan berhubungan dengan peningkatan kadar DHAS. Pada semua pasien dengan prekositas, harus dicurigai mengkonsumsi obat, terutama ketika ada pigmentasi kehitaman pada areolae dan puting payudara, yang merupakan efek dari estrogen sintetik seperti stilbestrol yang umumnya bersumber dari kontrasepsi oral, steroid anabolik, dan rambut atau krim wajah. Pengaktifan mutasi pada reseptor LH dapat menyebabkan pubertas prekoks, tetapi masalah ini telah dilaporkan hanya pada pria.2

 

Sindrom McCune-Albright (displasia fibrosa poliostotik)

                Sindrom McCune-AIbright, terdiri atas displasia fibrosa poliostotik, pigmentasi kulit yang tidak teratur, dan pubertas prekoks, mempunyai prognosis yang kurang baik. Pubertas prekoks pada sindrom ini biasanya terjadi pada usia yang sangat muda dan mengakibatkan badan menjadi pendek akibat penutupan dini epifisis dan fraktur patologis. Banyak anak perempuan yang terkena menjadi infertil, disertai kelainan menstruasi. Penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada pengobatan spesifik yang tersedia.5

            Sindrom ini Merupakan 5% dari prekositas pada perempuan, dan terdiri dari lesi kistik tulang multipel yang mudah patah, Bintik-bintik kulit cafa-au-lait yang terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk, dan pubertas prekoks. Selain itu, sindrom ini dapat dikaitkan dengan kista ovarium, growth hormone dan prolaktin-secreting adenoma, hipertiroidisme, hypercortisolism adrenal, dan osteomalacia. Menarche dini bisa jadi tanda pertama dari sindrom tersebut. Kelainan pada rangka dapat menjadi bukti klinis yang menyertai onset pubertas. Kombinasi tulang patah, tambalan cafa-au-lait, dan pengembangan dini harus mengarah pada diagnosis. Tapi ingat bahwa manifestasi sindrom ini dapat bervariasi dan kadang-kadang halus. Technetium-99 bone scan mungkin diperlukan untuk menunjukkan daerah penulangan pada displasia fibrosa. Sindrom ini harus dicurigai pada semua anak perempuan bayi dengan pendarahan vagina.

            Pubertas prekoks pada sindrom McCune-Albright adalah hasil dari adanya produksi otonom estrogen dini oleh ovarium. FSH dan LH berada pada level yang rendah dan respon rangsangan yang buruk terhadap stimulasi GnRH, dan tidak adanya pulsasi nokturnal gonadotropin (semua seperti dewasa prekoks pusat). Selain itu, penyakit Cushing, Akromegali, hiperparatiroidisme, dan hipertiroidisme telah dilaporkan dalam sindrom ini. Dari beberapa manifestasi gangguan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi berasal dari defek dasar dalam peraturan selular pada tingkat fungsi protein G-cAMP-kinase di jaringan yang dipengaruhinya. Sebuah mutasi pada gen pengkode subunit alfa (GSI α) dariprotein G yang merangsang pembentukan cAMP telah diidentifikasi di semua jaringan yang terkena pada pasien dengan sindrom McCune-Albright. Mutasi ini mengubah kegiatan GTPase yang diperlukan untuk menghentikan aktivasi adenilat siklase dengan demikian, jaringan yang terkena mengalami aktivitas otonom. Mosaikisme somatik dari subunit alfa account merupakan fakta bahwa mutasi ini tidak mematikan dan untuk variasi pada situs dan aktivitas seluruh tubuh (satu ovarium mungkin abnormal dan yang lain normal). Mutasi ini juga dapat terjadi pada jaringan non-endokrin pada pasien dengan sindrom McCune-Albright, sehingga hal ini menjelaskan terjadinya hepatitis, polip usus, dan aritmia jantung. Ada kemungkinan bahwa mekanisme ini bertanggung jawab untuk timbulnya penyakit pada anak-anak selain dari sindrom McCune-Albright. Untuk alasan ini, telah disarankan bahwa kelainan genetik ini harus disebut defisiensi GSI α yang diwariskan. Pada beberapa pasien, kesuburan akhirya terganggu dan tinggi badan saat dewasa biasanya normal, tetapi yang lain mengalami haid tidak teratur dan kemandulan. Faktor-faktor ini harus dipertimbangkan dalam pemilihan manajemen sindrom tersebut. Sesuai dengan sifat otonom pada aktivitas gonad, pengobatan dengan GnRH agonis gagal untuk menekan sekresi hormon gonad dengan kata lain kembali ke keadaan pubertas prekoks. Pubertas prekoks familial pada pria diturunkan secara autosomal dominan dan disebabkan oleh mutasi pada gen reseptor LH yang memulai aktifasi. Sejauh ini, tidak ada efek pada aktivasi mutasi gen pada wanita, baik itu reseptor LH atau gen reseptor FSH.

            Namun contoh lain dari prekositas karena sekresi gonad estrogen yang tidak tergantung GnRH adalah folikel ovarium jinak otonom atau kista luteal. 120 anak-anak ini menunjukkan tidak adanya pulsasi gonadotropin, respon GnRH variabel, dan kurangnya penekanan pubertas oleh agonis GnRH yang long-acting. Kista dapat membesar dan berinvolusi dan kemudian muncul lagi sehingga tanda-tanda prekositas dan perdarahan pervaginam muncul dan bersifat eksaserbasi. Kista jarang berukuran besar dan jika ada maka dapat dipalapasi. Tes GnRH berguna untuk membedakan kista otonom (nonreactive) dengan efek sekunder dari stimulasi FSH dan LH dari prekositas sentral lengkap (reaktif).

            Sekarang dipahami bahwa hampir semua penyebab pubertas prekoks perifer dapat mengaktifkan sumbu hipotalamus-hipofisis-gonad dengan pengembangan dan superimposisi proses prekositas sentral lengkap yang tergantung GnRH. Kiranya mekanisme sentral yang mengendalikan masa pubertas dapat diaktifkan setelah batas kritis perkembangan somatik telah dicapai oleh produksi estrogen prematur tanpa sumber sekresi. Ini menjelaskan pengamatan sebelumnya yang paradoks dimana pubertas terus progresif walaupun perawatan efektif untuk penyebab spesifik kausatif penyakit sebagaimana efektivitas yang bervariasi pada terapi agonis GnRH pada sindrom McCune-Albright dan pembentukan kista ovarium berulang. Tes GnRH untuk menentukan tingkat aktivitas akan menentukan perlunya penekanan GnRH agonis tambahan, penghambatan steroidogenesis, atau terapi inhibisi aromatase perifer dalam kasus ini.

 

Diagnosis Pubertas prekoks

Penyebab pubertas prekoks mungkin jelas oleh temuan dalam riwayat atau pemeriksaan fisik. Kejadian pada keluarga membantu untuk mengecualikan proses penyakit tertentu (tumor). Secara klinis sifat prekositas menentukan prioritas diagnostik tertentu.

1.    Mengesampingkan penyakit yang mengancam jiwa. Termasuk neoplasma dari SSP, ovarium, dan adrenal.

2.    Tentukan kecepatan proses. Apakah cepat atau stabil? Manajemen keputusan bergantung pada penentuan ini.

3.    Temuan penyebab perdarahan pervaginam (trauma, benda asing, vaginitis, neoplasma kelamin) harus dikecualikan.

 

Langkah Diagnostik diferensial

Diagnosis Fisik:

·         Rekam pertumbuhan, tahap Tanner, tinggi dan persentil berat badan.

·         Perubahan alat kelamin eksternal.

·         pemeriksaan abdomen dan pelvik serta neurologis.

·         Tanda-tanda androgenization.

·         Temuan khusus: McCune-Albright, hipotiroidisme.

Algoritma Diagnosis Banding Pubertas Prekoks6

 

Diagnosis Laboratorium :

·         Usia tulang.

·         MRI kepala, ultrasonografi abdomen dan panggul.

·         FSH, LH, hCG tes.

·         Tes fungsi thyroid (TSH dan T4 bebas).

·         Steroid (DHAS serum, testosteron, estradiol, progesteron, 17-hydroxyprogesteron).

·         level Inhibin.

·         Tes GnRH.

            Jika ada tanda-tanda pubertas prekoks komplit, dan GnRH basal atau stimulated gonadotropin berada dalam kisaran pubertas (FSH lebih besar dari 7,5 IU / L dan LH yang lebih besar dari 15 IU / L), dicurigai adanya sekresi gonadotropin oleh hipofisis. Inhibin-A dan tingkat inhibin-B sangat rendah dapat terdeteksi sebelum masa pubertas, tetapi terus meningkat selama pubertas. Setiap kelainan pada pemeriksaan neurologis atau pencitraan terhadap pubertas prekoks sentral (berasal dari SSP). MRI kranial adalah teknik pencitraan pilihan. Jika pemeriksaan dan MRI normal, pubertas prekoks idiopatik adalah diagnosis yang paling mungkin. Harus ditekankan bahwa gonadotropin serum basal dapat berada dalam kisaran prapubertas pada tahap awal pubertas prekoks idiopatik atau sentral; dengan waktu dan kemajuan perkembangan seksual ini akan naik ke kisaran pubertas. Namun, sumber ektopik hCG harus dipertimbangkan jika gonadotropin serum ditekan dan estradiol meningkat, situasi ini mudah dikonfirmasi dengan menggunakan immunoassay spesifik untuk subunit β-hCG. Tumor adrenal dengan feminisasi yang jarang dapat ditemukan jika gambaran laboratorium ada salah satu androgen adrenal meningkat dengan hanya sedikit penekanan estradiol serum dan serum gonadotropin. Untuk ini maka pencitraan ultrasonografi abdomen dan pelvis diindikasikan.

            Ketika tanda-tanda pubertas prekoks berkaitan dengan percepatan pertumbuhan dan pematangan tulang, tanpa adanya virilisasi, etiologinya mungkin adanya tumor ovarium atau kista. Massa panggul biasanya teraba. Dalam situasi ini, serum FSH dan LH ditekan, sedangkan estradiol serum biasanya meningkat. Peningkatan progesteron serum menunjukkan kemungkinan adanya luteoma ovarium. USG panggul dapat membantu untuk mengkonfirmasi adanya massa ovarium. Laparotomi diindikasikan untuk mengkonfirmasikan diagnosis dan melakukan reseksi bedah.

            Hiperplasia adrenal atau verilizing adrenal atau tumor ovarium harus dipertimbangkan jika ada tanda-tanda pubertas prekoks disertai dengan virilisasi. Dengan ketinggian serum 17-hydroxyprogesteron (17-OHP) dan adrenal androgen, diagnosis hiperplasia 21-hidroksilase kekurangan adrenal dibentuk, sedangkan ketinggian serum 11-deoxycortisol mengarah ke diagnosis defisiensi 11b-hidroksilase hiperplasia adrenal. Jika kedua hormon serum normal, dan serum DHAS atau androstenedion yang meningkat, maka dicurigai tumor adrenal atau tumor ovarium virilizing. Pemeriksaan dan pencitraan ultrasound abdomen dapat dimanfaatkan untuk lebih melokalisasi tumor. Perkembanganpayudara biasanya berkorelasi dengan usia tulang 11 tahun dan usia menarche dengan tulang 13 tahun. Jika payudara dan perkembangan alat kelamin, pertumbuhan rambut kemaluan, dan pendarahan vagina terlihat pada anak usia pendek dengan tulang yang tertunda, hipotiroidisme primer adalah diagnosis yang paling mungkin. Ini dapat dikonfirmasi dengan mencari T4 serum yang rendah dan konsentrasi TSH tinggi. Serum FSH dan LH tingkat dapat berada dalam kisaran pubertas, tapi ini akan berkurang setelah pengobatan tiroid. Galaktore bisa hadir bersama dengan konsentrasi serum prolaktin tinggi. Ini kembali normal dengan pengobatan tiroid.

 

Pengobatan pubertas prekoks:

Tujuan pengelolaan dan pengobatan pubertas prekoks meliputi:

1.    Mendiagnosa dan mengobati penyakit intrakranial.

2.    Menahan kematangan sampai usia pubertas normal.

3.    Menipiskan dan mengurangi karakteristik prekoks.

4.    Maksimalkan tinggi badan dewasa akhir.

5.    Pencegahan pelecehan dan pengurangan masalah emosional, dan menyediakan kontrasepsi jika perlu.

            Beberapa terapi telah digunakan untuk mencapai tujuan ini. Ini termasuk medroxyprogesteron asetat, asetat cyproterone, dan danazol, tetapi selain efek samping yang tidak diinginkan, pematangan pertumbuhan tulang dan tidak teratur atau susah dikendalikan. Obat ini telah digantikan oleh penggunaan analog GnRH untuk pengobatan pubertas prekoks sejati.

            Waktu paruh yang singkat dari GnRH adalah karena pembelahan cepat obligasi antara asam amino-6, 6-7, dan 9-10. Substitusi asam amino pada posisi 6 dan penggantian amida glisin C-terminal telah menghasilkan agonis GnRH efektif. Sediaan dapat dipilih yang subkutan, intranasal harian, atau bentuk depot kerja panjang. Hanya sedikit pengalaman penggunaan antagonis GnRH untuk pengobatan pubertas prekoks.

            Pengobatan agonis GnRH menghasilkan flare jangka pendek awal stimulasi pelepasan gonadotropin, diikuti oleh desensitisasi dan down-regulation, menghasilkan pengurangan besar dalam gonadotropin, produksi steroid, dan efek biologis. Regresi substansial dari karakteristik pubertas, amenore, dan pengurangan kecepatan pertumbuhan yang cepat dicapai dan dipelihara dalam tahun pertama pertama pengobatan. Tinggi tulang akhir meningkat tetapi tergantung pada tahap di mana pengobatan dimulai, umur tulang di mana obat dihentikan, dan kecukupan, dosis regimen. Untuk capaian tinggi maksimal memerlukan perawatan sedini mungkin dan durasi panjang. Memang, tinggi badan akhirn dapat diperkiraan bahwa dari populasi umum, menunjukkan bahwa pertumbuhan diprogram awal pubertas individu Bahkan dengan tulang lanjut usia akan mencapai pertumbuhan yang lebih besar karena penekanan terhadap steroid gonad menyebabkan penundaan fusi epifisis dan memperpanjang durasi pertumbuhan, tetapi pengobatan lebih efektif jika dimulai sebelum usia tulang melebihi 12 tahun. Dengan pubertas prekoks idiopatik tergantung GnRH, prediksi tinggi lebih akurat menggunakan tabel Bayley-Pinneau untuk anak perempuan rata-rata, meskipun pada pasien dengan usia  tulang lanjut. Beberapa pasien menunjukkan perlambatan pertumbuhan dengan pengobatan agonis GnRH, dan pada pasien ini penambahan growth hormone menghasilkan respon pertumbuhan yang sangat baik. Keputusan pemberian agonis GnRH didasarkan terutama pada prediksi tinggi badan dewasa dan tahap perkembangan pubertas, Banyak anak perempuan dengan pubertas prekoks idiopatik tidak memiliki masalah serius pada potensi tinggi badan mereka karena lambatnya perkembangan tahap pubertas mereka. Ketika prediksi berdasarkan usia tulang menunjukkan perlambatan, maka pengobatan dengan GnRH dapat dimulai. Pengobatan GnRH dibenarkan saat pematangan seksual dan usia tulang mengalami kemajuan pesat.

            Dosis pengobatan agonis GnRH dapat dimonitor dengan mengukur kadar estradiol. Karena estradiol adalah hormon yang memicu pertumbuhan dan perkembangan, tujuannya adalah untuk menjaga estradiol kurang dari 10 pg / mL yang merupakan rentang prapubertas. Karena banyak tes estradiol komersial kurang sensitif dalam kisaran ini, mungkin perlu untuk mengkonfirmasi kurangnya respon gonadotropin dengan administrasi GnRH. Secara umum, anak-anak memerlukan dosis yang lebih tinggi dari agonis GnRH untuk mencapai penekanan dibandingkan dengan orang dewasa. Bahkan dengan pengobatan, adrenarche mungkin akan terus berlanjut karena adanya sistem kontrol independen.

            Pengobatan dipertahankan sampai epifisis menyatu atau sampai usia pubertas yang tepat dan kronologis dicocokkan.

 

Position

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Native GnRH-I

pGlu

His

Trp

Ser

Tyr

Gly

Leu

Arg

Pro

Gly-NH2

Native GnRH-II

pGlu

His

Trp

Ser

His

Gly

Trp

Tyr

Pro

Gly-NH2

Leuprolide

 

 

 

 

 

D-Leu

 

 

 

NH-Ethylamide

Buserelin

 

 

 

 

 

D-Ser

 

 

 

NH-Ethylamide

 

 

 

 

 

 

(tertiary butanol)

 

 

Nafarelin

 

 

 

 

 

D-Naphthylalanim

5(2)

 

 

Histrelin

 

 

 

 

 

D-His (tertiary benzyl)

 

NH-Ethylamide

Goserelin

 

 

 

 

 

D-Ser

 

 

 

Aza-Gly

 

 

 

 

 

 

(tertiary butanol)

 

 

Deslorelin

 

 

 

 

 

D-Trp

 

 

 

NH-Ethylamide

Tryptorelin

 

 

 

 

 

D-Trp

 

 

 

 

Abarelix

D-Ala

D-Phe

D-Ala

 

 

D-Asp

 

Lys-(iPr)

 

D-Ala

Antarelix

D-Nal

D-Phe

D-Pal

 

Phe

D-Heit

 

Lys-(iPr)

 

D-Ala

Cetrorelix

D-Nal

D-Phe

D-Pal

 

 

D-Cit

 

 

 

D-Ala

Ganirelix

D-Nal

D-Phe

D-Pal

 

 

D-hArg

 

h Arg

 

D-Ala

GnRH Agonis dan antagonis dalam Penggunaan Klinis

 

            Penghentian terapi diikuti oleh reaktivasi dari proses pubertas dan pengembangan fungsi ovulasi teratur dalam pola yang sama pada dewasa normal.

            Pengobatan agonis GnRH juga direkomendasikan untuk hamartomas-secreting GnRH dari hypothalamus. Kemajuan tumor dapat dipantau dengan pencitraan, dan pembedahan berisiko dapat dihindari.

            Pengobatan agonis GnRH tidak efektif untuk bentuk pubertas prekoks non-sentral seperti sindrom McCune-Albright, pubertas prekoks GnRH-independen, atau hiperplasia adrenal kongenital.

 

V. PUBERTAS TARDA

            Pubertas tarda atau pubertas terlambat adalah tidak ditemukannya ciri-ciri seksual sekunder pada anak perempuan berusia 13 tahun dan anak laki-laki berusia 16 tahun.

            Adanya variasi yang luas dalam tumbuh kembang yang normal, membuat sulit untuk menentukan pasien dengan pematangan seksual abnormal tertunda. Hampir semua anak perempuan kulit putih dan kulit hitam di AS telah memasuki pubertas pada usia 13 tahun. Namun evaluasi diperlukan setiap kali pasien dan orang tua datang untuk mencari nasihat seorang dokter. Pasien yang belum menunjukkan tanda-tanda pubertas dengan usia 17 tahun sangat mungkin memiliki masalah tertentu dan bukan fisiologis pubertas. Anak-anak dengan pubertas tarda memiliki badan pendek dengan usia tulang tertunda. Hal ini dapat terjadi akibat: (i) keterlambatan konstitusional nonpatologis yang menyertai keterlambatan pertumbuhan; (ii) gangguan pada kelenjar hipotalamus atau kelenjar hipofisis yang menyebabkan sekresi gonadotropin tidak adekuat (hipogonadotropik hipogonadisme); dan (iii) gangguan pada gonad sehingga mencegah sekresi steroid seks yang cukup (hipogonadisme hipergonadotropik). Pada anak perempuan, ciri-ciri seksual sekunder dapat berkembang tanpa dilanjutkan dengan menarke.  4

            Pubertas tarda adalah suatu kondisi yang jarang pada anak perempuan, dan masalah genetik atau gangguan hipotalamus-hipofisis harus dicurigai. Anatomi kelainan organ target (uterus dan endometrium) atau saluran keluar adalah unik namun merupakan elemen penting untuk dipertimbangkan dalam amenorrheic tapi dapt juga didapatkan pada remaja pubertas normal. Kebanyakan kasus pubertas tarda merupakan akhir spektrum normal waktu pubertas (penundaan pubertas konstitusional), dan diagnosis dibuat dengan mengecualikan kondisi yang mendasarinya. Konstitusi keterlambatan pubertas muncul dalam pola autosom dominan dalam keluarga, kami mengantisipasi bahwa penelitian genetik akhirnya akan mengidentifikasi pokok dan memodifikasi gen yang terlibat.

            Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat berguna dalam hasil pemeriksaan diagnostik pubertas tarda. Catatan khusus harus diambil dari kesehatan umum masa lalu, tinggi dan catatan berat badan, tinggi badan dan pengalaman pubertas saudara kandung yang lebih tua dan orang tua, dan perilaku yang relevan seperti olahraga ekstrim atau kebiasaan makan yang abnormal.  pubertas tarda fisiologis cenderung familial. Pada pemeriksaan fisik, di samping ukuran tubuh dan stadium Tanner dari setiap karakteristik seksual sekunder ini, pencarian tanda-tanda hipotiroidisme, disgenesis gonad, hipohipofisis anteriorsm, atau penyakit kronis harus dilakukan. Gigi sulung persiten adalah khas hipothiroidism. Tidak adanya rambut kemaluan pada pasien dengan rahim dan vagina menunjukkan hipohipofisis anteriorsm. Tidak adanya rambut kemaluan pada pasien dengan kantong vagina menunjukkan bahwa pasien menderita sindrom ketidakpekaan androgen. Kegagalan pertumbuhan tinggi badan memunculkan beberapa kemungkinan. Kekurangan growth hormone tertentu terkait dengan maturitas seksual tertunda. Menarche pada akhirnya dapat terjadi, meskipun tertunda, namun dengan usia tulang masih beberapa tahun di bawah usia kronologis. Hasil kekurangan hormon hipofisis secara global mengakibatkan keterlambatan pubertas total. Akhirnya, disgenesis gonad (45, X) berhubungan dengan penurunan tinggi dan infantilisme seksual dengan normal untuk usia tulang sedikit kurang dan hipergonadotropism.

            Pemeriksaan neurologis yang penting; bukti penyakit intrakranial, terbatasnya bidang visual, atau rasa tidak adanya penciuman adalah temuan kunci. Cacat Anatomi dari saluran mallerian harus dicari, terutama bila ditemukan perbedaan antara pubertas normal dan tidak terjadi haid.

           

 

Hypergonadotropic Hypogonadism

 

43.0%

Ovarian failure, abnormal karyotype

 

26.0%

Ovarian failure, normal karyotype

 

17.0%

46, XX

15.0%

 

46, XY

2.0%

 

Hypogonadotropic Hypogonadism

 

31.0%

Reversible

 

18.0%

Physiologic delay

10.0%

 

Weight loss/anorexia

3.0%

 

Primary hypothyroidism

1.0%

 

Congenital adrenal hyperplasia

1.0%

 

Cushing's syndrome

0.5%

 

Prolactinomas

1.5%

 

Irreversible

 

13.0%

GnRH deficiency

7.0%

 

Hypohipofisis anteriorsm

2.0%

 

Congenital CNS defects

0.5%

 

Other pituitary adenomas

0.5%

 

Craniopharyngioma

1.0%

 

Malignant pituitary tumor

0.5%

 

Eugonadism

26.0%

 

MAllerian agenesis

14.0%

 

Vaginal septum

3.0%

 

Imperforate hymen

0.5%

 

Androgen insensitivity syndrome

1.0%

 

Inappropriate positive feedback

7.0%

 

Frekuensi Relatif Abnormalitas pubertas tarda

 

            Etiologi yang beragam untuk pubertas tarda terbaik diklasifikasikan oleh tingkat gonadotropin. Distribusi frekuensi diagnostik dalam tiga kategori hipogonadisme hipergonadotropik, hipogonadisme hipogonadotropik, dan eugonadismâ  digambarkan dalam tabel, mewakili temuan pada 326 pasien. Dalam serial lain dengan 74 perempuan dari pusat rujukan, distribusi diagnosis adalah: konstitusional tertunda 30%, 19% hipogonadisme hipergonadotropik, 20% hipogonadisme hipogonadotropik, dan 26% karena hipothiroidism, hiperprolaktinemia, gizi buruk, atau kondisi medis yang mendasari.

 

Algoritma Diagnosis Banding Pubertas tarda6

 

Penilaian Laboratorium pubertas tarda

            Hasil pemeriksaan Laboratorium pubertas tarda biasanya mencakup Foto rotgen untuk usia tulang, pencitraan kranial oleh MRI (jika hipogonadotropik),tingkat gonadotropin dan prolaktin, sesuai pengukuran steroid adrenal dan gonad, dan penilaian fungsi thiroid. Pengukuran serum growth hormone, IGF-I, dan IGFBP-3, bersama dengan pengujian provokasi, dapat membedakan antara pubertas tarda dan defisiensi growth hormone. Selain itu, skrining laboratorium umum untuk gangguan sistemik adalah berharga. Evaluasi sesuai dengan program yang akan mengarah pada diagnosa yang tepat. Pasien dengan peningkatan gonadotropin membutuhkan sebuah kariotipe. Karena individu dengan keterlambatan pubertas konstitusional memiliki gonadotropin tingkat rendah yang sama dengan individu dengan hipogonadisme hipogonadotropik benar, penggunaan stimulasi GnRH telah dieksplorasi untuk membantu dalam diagnosis banding. Masalahnya adalah bahwa dibutuhkan beberapa jam sampai sehari stimulasi GnRH untuk mendapatkan respon hipofisis anterior saat hipofisis telah tanpa GnRH priming untuk waktu yang lama. Namun, administrasi dari agonis GnRH, dengan potensi yang lebih besar, telah terbukti efektif; puncak tingkat tinggi gonadotropin secara signifikan dalam beberapa jam pada mereka dengan keterlambatan pubertas konstitusional.

 

Hipergonadotropik Hipogonadisme

            Jika gonadotropin meningkat ke kisaran pascamenopause (hipogonadisme hipergonadotropik), maka beberapa jenis defisiensi gonad adalah dasar dari pematangan tertunda. Gangguan yang paling umum jenis ini adalah disgenesis gonad. Pada 45, X pasien, stigmata fenotipik khas sindrom Turner akan ditampilkan. Namun, ini mungkin menjadi minimal atau tidak ada dalam mosaicism seks kromosom atau penghapusan struktur dari kromosom X. Sebuah garis sel Y-bearing membutuhkan eksisi gonad sebagai profilaksis terhadap risiko keganasan gonad. Intersex pasien dapat hadir dengan pubertas tarda.

            Jika hipertensi, infantilisme seksual, dan progesteron serum ditemukan, maka kemungkinan adalah kekurangan hidroksilase dalam sintesis steroid. Pada penyakit sel sabit, sekitar 20% dari pasien telah mengalami pubertas tarda dan hipergonadotropism. Pasien dgn 46,XX mungkin mengalami disgenesis gonad murni (lapisan gonad) atau sindrom ovarium resisten. Mutasi gen yang menyebabkan hipogonadisme hipergonadotropik telah dilaporkan dengan gen aromatase.

 

Hipogonadotropik Hipogonadisme

            Penurunan sekresi LH dan FSH terlihat pada amenore hipotalamus, amenore, dan anosmia-sindrom Kallmann's, hipofisis (tumor) gangguan, hiperprolaktinemia, atau konstitusional nonpathologic (fisiologis) keterlambatan dalam tumbuh kembang. Pubertas fisiologis tertunda (pubertas konstitusional tertunda) dapat dianggap sebagai varian fisiologis dalam tumbuh kembang. Pasien yang khas dengan perlambatan fisiologis pendek dengan keterlambatan pematangan tulang yang tepat, dan masalah serupa biasanya diidentifikasi di antara anggota keluarga lainnya. Pubertas fisiologis tertunda hanya 10-30% kasus dari seluruh pubertas tarda, sehingga penting untukm mencari diagnosis lain. Seperti disebutkan sebelumnya, keterlambatan fisiologis ini sering terlihat pada pola kekeluargaan dengan harapan pola pertumbuhan terlambat tapi dinyatakan normal dan fungsi reproduksi orang dewasa. Selain sindrom Kallmann's, mutasi gen menyebabkan hipogonadisme hipogonadotropik telah dilaporkan dengan gen-1 DAX, gen reseptor FSH, yang FSH dan LH gen beta-subunit, dan reseptor GnRH gene.161 Mutasi pada gen untuk protein G spesifikreseptor telah ditunjukkan untuk mengurangi sekresi GnRH dan bertanggung jawab untuk hipogonadisme hipogonadotropik kekeluargaan dan kegagalan untuk menjalani pubertas.

            Gizi buruk (anorexia nervosa, malabsorpsi, penyakit kronis, ileitis regional, penyakit ginjal) bisa menyebabkan pertumbuhan tertunda hipogonadotropik dan tumbuh kembang. Latihan dan / atau amenore yang diinduksi stres juga dapat menunda pubertas. Sayangnya, penggunaan obat ilegal (khususnya ganja) harus dipertimbangkan.

            Jika indra penciuman normal dan kadar prolaktin normal, maka dapat disingkirkan tumor hipofisis anterior, parahipofisis anterior, atau hipotalamus dengan prosedur neuroradiologis khusus. Jika tumor atau malformasi vaskular tidak ditemukan, diagnosis adalah  pubertas tarda fisiologis (dengan pengecualian).

 

Craniopharingioma

            Tumor ini adalah neoplasma yang paling umum yang terkait dengan pubertas tarda. Craniopharingioma adalah tumor kantong Rathke's, yang berasal dari tangkai hipofisis dengan ekstensi suprasellar.Insiden puncak adalah antara usia 6 dan 14 tahun. Pencitraan mengungkapkan suatu Sella abnormal dan kalsifikasi dalam 70% kasus. Penatalaksanaan terdiri dari kombinasi operasi dan iradiasi.

 

Eugonadisme

            Diskontinuitas segmental dari Mallerian tube, agenesis Mallerian, atau sindrom ketidakpekaan androgen hadir sebagai menarche tertunda meskipun tumbuh kembang normal dari fenotipe wanita dewasa .Angka kejadian agenesis Mullerian adalah satu per tujuh kasus amenore primer berkepanjangan.Anomali obstruktif lain dari saluran Mullerian lebih jarang terlihat. Anovulasi dan ovarium polikistik, dan penyakit yang memproduksi adrenal androgen dapat hadir sebagai amenore primer. Virilisasi meningkatkan kemungkinan hiperplasia adrenal atau masalah interseksual.

 

Pengobatan infantilisme seksual (pubertas tarda)

            Prioritas pertama dalam terapi adalah pemindahan atau koreksi dari etiologi primer bila memungkinkan. Dalam hal ini, terapi tiroid untuk hipothyroidism, kekurangan growth hormone, dan pengobatan ileitis adalah contoh terapi tertentu. Dalam individu XY gonadektomi dilakukan pada waktu yang tepat diikuti dengan pengobatan hormon seks. Dalam keterlambatan fisiologis, diyakinkan bahwa perkembangan yang diantisipasi akan terjadi adalah langkah manajemen yang dibutuhkan, terutama jika ada riwayat keluarga pubertas tarda. .Terapi awal hormon bermanfaat untuk mengurangi stres psikologis.2

            Dalam hipogonadisme, memulai terapi hormonal dan mendukung pematangan dan fungsi dari karakteristik seksual sekunder dan mempromosikan pencapaian penuh potensi tinggi. Pentingnya peningkatan kepadatan tulang remaja seharusnya tidak diremehkan.Ini adalah alasan yang cukup untuk merekomendasikan pengobatan hormon.2

            Hormon pengobatan harus sesuai dengan apa yang telah kita pelajari tentang tahap-tahap awal pubertas. Dalam jumlah kecil estrogen dapat meningkatkan tumbuh kembang. Mulailah dengan estrogen terlindung, 0,3 mg estrogen konjugasi atau 0,5 estradiol mg per hari.Setelah 6 bulan sampai 1 tahun, pindah ke sebuah program sekuensial dengan estrogen konjugasi 0,625 mg atau 1,0 mg medroxyprogesteron asetat 5 mg harian dan estrogen atau progestin setara untuk 14 hari pertama setiap bulan. Pasien dengan keterlambatan pubertas fisiologis melanjutkan perkembangan mereka sendiri ketika usia tulang telah maju sampai 13 tahun.2

            Menstruasi Bulanan adalah pengalaman penting bagi remaja. Pendarahan reguler dan terlihat berfungsi untuk memperkuat identifikasi pasien muda dengan peran gender feminin. Namun, ingat bahwa dosis yang digunakan untuk terapi ini tidak melindungi terhadap kehamilan dengan aktifasi sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium. Pada pasien yang aktif secara seksual, akan lebih bijaksana untuk menggunakan kontrasepsi oral untuk menggantikan estrogen yang hilang.2

            Pengobatan dengan GnRH pulsatil merupakan tujuan yang logis dan efektif untuk mendorong sebuah fisiologis pubertas. Namun, pengobatan ini tidak praktis.Walaupun biayanya adalah pertimbangan penting, aspek teknis terkait dengan administrasi parenteral sinyal GnRH membuat metode ini terlalu rumit dan sulit.2.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sokol A, Sokol ER ed..General gynecology: the requisites in obstertics& gynecology. Philadelphia. Mosby Elsevier. 2007: p 38-39

2. Speroff L, Leon, Fritz, Marc A. Abnormal Puberty and Growth Problems. In: Clinical gynecologic endocrinology and infertility 7 th ed. Baltimore-London: William and wilkins, 2005: p 362-398

3. Said U. Interaksi Hormonal dan Kualitas Kehidupan Pada wanita. Subunit immunoendokrinologi reproduksi. Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/ RSMH Palembang . Available at: www.digilib.com

4. Heffner LJ, Schust DJ. At Glance: Sistem Reproduksi ed2. Jakarta, EGC: p64-66

5. Primarianli SS, Resmisari T ed. Buku Saku Obstetri dan Ginekolofi , Ed. 9. (Judul asli: Benson & Pernoll's Handbook of obstetrics and gynecology, 9hed.). Jakarta : EGC, 2008: p21-24

6. Emmi AM, Layman LC. Puberty and Its Disorders. In: Reproductive endocrinology and infertility. Lewis ed. West Avenue, Austin, Texas. Landes Bioscience, 2007 : p 10-22

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More